MEKANISME LAYANAN PDBK DI SEKOLAH INKLUSIF

MEKANISME LAYANAN PDBK DI SEKOLAH INKLUSIF

Layanan pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus dapat dilakukan dengan mengimplementasikan sistem pendidikan inklusif. Saat ini Pemerintah telah mengakomodasi penyelenggaraan pendidikan inklusif dengan menerbitkan Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang pendidikan inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa, khususnya terdapat pada Pasal 6 ayat 1 sampai dengan 3, yaitu:

1.                      Pemerintah kabupaten/kota menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta didik.

2.                      Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya sumber daya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.

3.                      Pemerintah dan pemerintah provinsi membantu tersedianya sumber daya pendidikan inklusif.

Peraturan di atas menunjukkan bahwa seluruh pemerintah daerah harus menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif di daerahnya masing-masing. Minimal terdapat satu sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam satu kota. Hal ini perlu untuk memastikan bahwa semua warga negara berhak untuk mendapatkan layanan pendidikan.

A.        Penerimaan Peserta Didik Berkebutuhan Khusus  (PDBK)

Penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus seyogyanya melibatkan berbagai unit terkait, antara lain orang tua peserta didik, sekolah, rumah sakit atau puskesmas, dan dinas pendidikan setempat. Pada beberapa sekolah peserta didik berkebutuhan khusus tidak dapat diterima di sekolah jika tidak membawa surat keterangan hasil asesmen dari rumah sakit dan atau keterangan dari psikolog.

Namun demikian, pada umumnya sekolah sering mengabaikan persyaratan di atas. Sehingga menimbulkan kesulitan bagi guru dalam melayani pesrta didik yang bersangkutan. Untuk kondisi di daerah tertentu surat keterangan dari rumah sakit atau dari psikolog menjadi sangat sulit ketika pemahaman tentang mekanisme layanan tidak sepenuhnya dipahami, terlebih-lebih ketersediaan sumber daya dan aksesibilitas sangat terbatas. Secara grafis mekanisme penerimaan peserta didik berkebutuhan khusus di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif disajikan dalam skema berikut.




            

Untuk keperluan administrasi dan pembinaan, serta kelancaran dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, sekolah perlu mengikuti prosedur sebagai berikut.

1.       Sekolah yang akan menerima anak berkebutuhan khusus mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan inklusif (surat pemberitahuan tentang kesiapan menyelenggarakan pendidikan inklusif) kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Sedangkan sekolah yang telah memiliki peserta didik berkebutuhan khusus melaporkan penyelenggaraan pendidikan inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota.

2.         Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota menindaklanjuti proposal (surat pemberitahuan) / laporan dari sekolah yang bersangkutan kepada Dinas Pendidikan Provinsi.

3.         Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota dan Dinas Pendidikan Provinsi melakukan visitasi ke sekolah yang bersangkutan.

4.         Dinas Pendidikan Provinsi menetapkan sekolah yang bersangkutan sebagai penyelenggara pendidikan inklusif dengan menerbitkan surat

penetapannya,      dengan      tembusan      kepada      Dinas      Pendidikan Kabupaten/Kota, dan Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa.

 

B.        Identifikasi, Asesmen, dan Intervensi

a.         Identifikasi

Identifikasi adalah suatu proses yang dilakukan secara sistematis untuk menemukenali sesuatu benda atau seseorang dengan menggunakan instrumen terstandar. Dalam konteks pendidikan khusus identifikasi merupakan proses menemukenali peserta didik sebelum yang bersangkutan mengikuti pembelajaran.

Proses identifikasi peserta didik meliputi pengenalan kemampuan (awal), kelemahan atau hambatan, dan kebutuhan untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya. Proses belajar yang diberikan bagi peserta didik berkebutuhan khusus adalah proses untuk memaksimalkan potensi yang dimiliki peserta didik yang bersangkutan dengan meminimalkan hambatan yang dimilikinya. Tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, emosional, dan lain sebagainya. Hasil identifikasi akan menjadi dasar dalam proses pembelajaran bagi peserta didik yang bersangkutan. Identifikasi peserta didik dilakukan untuk lima hal, yaitu penjaringan (screening), pengalihtanganan (referal), klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan belajar.

Alat (instrumen) identifikasi anak berkebutuhan khusus (AIABK)disusun untuk mengetahui kondisi dan asal usul peserta didik. Alat ini terdiri atas 4 (empat) format. Masing masing format berisi tentang data dan informasi peserta didik yang diidentifikasi.

Format 1 dan format 2 merupakan format yang berisi data pendukung AIABK, format 3 merupakan alat identidikasi yang digunakan, dan format 4 adalah rekap hasil identifikasi.


 

 

b.        Asesmen

Asesmen adalah upaya untuk mengetahui kemampuan-kemampuan yang dimiliki, hambatan/kesulitan yang dialami, mengetahui latar belakang mengapa hambatan/kesulitan itu muncul dan untuk mengetahui bantuan apa yang dibutuhkan oleh yang bersangkutan. Berdasarkan data hasil asesmen tersebut dapat dibuat program pembelajaran yang tepat bagi anak itu.

Asesmen dalam pendidikan khusus dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu: 1) asesmen berazaskan kurikulum (asesmen akademik), dan 2) asesmen berazaskan perkembangan (asesmen nonakademik), dan 3) asesmen kekhususan. Teknik pelaksanaan asesmen meliputi tes, wawancara, observasi, dan analisis pekerjaan anak. Dalam suatu proses asesmen, biasanya semua teknik itu dapat digunakan untuk melengkapi data yang dibutuhkan, tidak hanya berpatok pada satu teknik saja. Ketika ditemukan peserta didik yang memiliki perbedaan dengan peserta didik pada umumnya, baik dalam bidang akademis maupun non akademis sebaiknya stokeholder melakukan hal-hal sebagai berikut:

Peran guru

-          Melakukan pendekatan persuasif terhadap peserta didik

-          Berdiskusi dengan teman sejawat dan kepala sekolah

-          Mengkonfirmasikan kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan peserta didik dengan orang tua ketika di rumah.

 

Peran Orang tua

-          Berkoordinasi dengan Rumah Sakit (Poli Tumbuh Kembang Anak)

-          Berkonsultasi dengan Dokter anak dan atau Psikolog

-          Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat

 

Peran Kepala sekolah

-          Berkoordinasi dengan Sekolah Khusus (Sekolah Luar Biasa) terdekat

-          Melapor kepada Dinas pendidikan setempat

-          Sekolah membuat proposal penyelenggaraan pendidikan inklusi

-          Proposal diajukan kepada Dinas Pendidikan Propinsi setelah memperoleh rekomendasi dari Dinas              Pendidikan Kabupaten/Kota.

 

Peran Dinas Pendidikan

-          Tim verifikasi Dinas Pendidikan Propinsi mengkaji propsal (surat) yang telah diajukan oleh pihak sekolah.

-          Tim verifikasi Propinsi terdiri dari unsur, Dinas Pendidikan Propinsi, Perguruan tinggi, Organisasi profesi.

-          Tim verifikasi mengadakan studi kelayakan kepada sekolah yang telah mengadakan permohonan,

-          Dinas Pendidikan Propinsi menerbitkan surat penetapan penyelenggaraan pendidikan inklusi, bagi sekolah yang dinyatakan memenuhi persyaratan yang telah ditatapkan oleh tim verifikasi.

 

c.         Intervensi

Layanan intervensi dimaksudkan untuk menangani hambatan belajar dan hambatan perkembangan, agar mereka dapat berkembang secara optimal. oleh karena itu target layanan intervensi adalah perkembangan optimal yang harus dicapai oleh seorang anak yang mengalami hambatan perkembangan dan hambatan belajar, sebagai akibat ketunaan.Intervensi dilakukan setelah dilakukan adanya hasil asemen diketahui.

C.        Penempatan dan Tindak Lanjut

Pelaksanaan proses belajar mengajar di kelas inklusif secara umum sama dengan kegiatan proses belajar mengajar pada kelas reguler. Namun pada kelas inklusif selain terdapat peserta didik reguler terdapat pula Peserta Didik Berkebutuhan Khusus (PDBK). Di samping menerapkan prinsip-prinsip umum dalam mengelola proses belajar mengajar maka guru harus memperhatikan prinsip-prinsip  khusus yang sesuai dengan kebutuhan PDBK. Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan model penempatan PDBK yang dipilih berdasarkan hasil asesmen. Penempatan kegiatan belajar dalam kelas bersama-sama perserta didik lainya adalah cara yang sangat inklusif; nondiskriminasi dan fleksibel; sehingga   guru   harus   membuat   rancangan   kegiatan   pembelajaran dengan mempertimbangkan modifikasi dan adaptasi yang dibutuhkan.

Post a Comment