Fungsi dan Tujuan Perencanaan dalam Manejemen


Fungsi perencanaan adalah suatu kegiatan membuat tujuan perusahaan dan diikuti dengan membuat berbagai rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan tersebut.

Dalam manajemen, perencanaan adalah ”proses mendefinisikan tujuan organisasi, membuat strategi untuk mencapai tujuan itu, dan mengembangkan rencana aktivitas kerja organisasi. Perencanaan merupakan proses terpenting dari semua fungsi manajemen karena tanpa perencanaan fungsi-fungsi lain—pengorganisasian, pengarahan, dan pengontrolan—tak akan dapat berjalan”.

Perencanaan dapat berupa rencana informal atau rencana formal. Rencana informal adalah ”rencana yang tidak tertulis dan bukan merupakan tujuan bersama anggota suatu organisasi. Sedangkan rencana formal adalah rencana tertulis yang harus dilaksanakan suatu organisasi dalam jangka waktu tertentu. Rencana formal merupakan rencana bersama anggota korporasi, artinya, setiap anggota harus mengetahui dan menjalankan rencana itu. Rencana formal dibuat untuk mengurangi ambiguitas dan menciptakan kesepahaman tentang apa yang harus dilakukan” .
Stephen Robbins dan Mary Coulter mengemukakan empat tujuan perencanaan, yaitu:
1) “Tujuan pertama adalah untuk memberikan pengarahan baik untuk manajer maupun karyawan nonmanajerial. Dengan rencana, karyawan dapat mengetahui apa yang harus mereka capai, dengan siapa mereka harus bekerja sama, dan apa yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Tanpa rencana, departemen dan individual mungkin akan bekerja sendiri-sendiri secara serampangan, sehingga kerja organisasi kurang efesien.
2) Tujuan kedua adalah untuk mengurangi ketidakpastian. Ketika seorang manajer membuat rencana, ia dipaksa untuk melihat jauh ke depan, meramalkan perubahan, memperkirakan efek dari perubahan tersebut, dan menyusun rencana untuk menghadapinya.
3) Tujuan ketiga adalah untuk meminimalisir pemborosan. Dengan kerja yang terarah dan terencana, karyawan dapat bekerja lebih efesien dan mengurangi pemborosan. Selain itu, dengan rencana, seorang manajer juga dapat mengidentifikasi dan menghapus hal-hal yang dapat menimbulkan inefesiensi dalam perusahaan.
4) Tujuan keempat adalah untuk menetapkan tujuan dan standar yang digunakan dalam fungsi selanjutnya, yaitu proses pengontrolan dan pengevalusasian. Proses pengevaluasian atau evaluating adalah proses membandingkan rencana dengan kenyataan yang ada. Tanpa adanya rencana, manajer tidak akan dapat menilai kinerja perusahaan”.

Selain keempat hal tersebut, sebagian besar studi  menunjukan adanya hubungan antara perencanaan dengan kinerja perusahaan. Perencanaan terdiri dari dua elemen penting, yaitu sasaran (goals) dan rencana itu sendiri (plan).
a. Sasaran adalah hal yang ingin dicapai oleh individu, grup, atau seluruh organisasi . Sasaran sering pula disebut tujuan. Sasaran memandu manajemen membuat keputusan dan membuat kriteria untuk mengukur suatu pekerjaan.

Sasaran dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu sasaran yang dinyatakan (stated goals) dan sasaran riil. Stated goals adalah sasaran yang dinyatakan organisasi kepada masyarakat luas. Sasaran seperti ini dapat dilihat di piagam perusahaan, laporan tahunan, pengumuman humas, atau pernyataan publik yang dibuat oleh manajemen. Seringkali stated goals ini bertentangan dengan kenyataan yang ada dan dibuat hanya untuk memenuhi tuntutan stakeholder perusahaan. Sedangkan sasaran riil adalah sasaran yang benar-benar dinginkan oleh perusahaan. Sasaran riil hanya dapat diketahui dari tindakan-tindakan organisasi beserta anggotanya.

Ada dua pendekatan utama yang dapat digunakan organisasi untuk mencapai sasarannya. ”Pendekatan pertama disebut pendekatan tradisional. Pada pendekatan ini, manajer puncak memberikan sasaran-sasaran umum, yang kemudian diturunkan oleh bawahannya menjadi sub-tujuan (subgoals) yang lebih terperinci. Bawahannya itu kemudian menurunkannya lagi kepada anak buahnya, dan terus hingga mencapai tingkat paling bawah. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa manajer puncak adalah orang yang tahu segalanya karena mereka telah melihat gambaran besar perusahaan. Kesulitan utama terjadi pada proses penerjemahan sasaran atasan oleh bawahan. Seringkali, atasan memberikan sasaran yang cakupannya terlalu luas seperti "tingkatkan kinerja," "naikkan profit," atau "kembangkan perusahaan," sehingga bawahan kesulitan menerjemahkan sasaran ini dan akhirnya salah mengintepretasi maksud sasaran itu.

Pendekatan kedua disebut dengan management by objective atau MBO. Pada pendekatan ini, sasaran dan tujuan organisasi tidak ditentukan oleh manajer puncak saja, tetapi juga oleh karyawan. Manajer dan karyawan bersama-sama membuat sasaran-sasaran yang ingin mereka capai. Dengan begini, karyawan akan merasa dihargai sehingga produktivitas mereka akan meningkat. Namun ada beberapa kelemahan dalam pendekatan MBO. Pertama, negosiasi dan pembuatan keputusan dalam pendekatan MBO membutuhkan banyak waktu, sehingga kurang cocok bila diterapkan pada lingkungan bisnis yang sangat dinamis. Kedua, adanya kecenderungan karyawan untuk bekerja memenuhi sasarannya tanpa mempedulikan rekan sekerjanya, sehingga kerjasama tim berkurang. Ada juga yang bilang MBO hanyalan sekedar formalitas belaka, pada akhirnya yang menentukan sasaran hanyalah manajemen puncak sendiri”.

b.  Rencana atau plan adalah dokumen yang digunakan sebagai skema untuk mencapai tujuan. Rencana biasanya mencakup alokasi sumber daya, jadwa, dan tindakan-tindakan penting lainnya. Rencana dibagi berdasarkan cakupan, jangka waktu, kekhususan, dan frekuensi penggunaannya. Berdasarkan cakupannya, rencana dapat dibagi menjadi rencana strategis dan rencana operasional. Rencana strategis adalah rencana umum yang berlaku di seluruh lapisan organisasi sedangkan rencana operasional adalah rencana yang mengatur kegiatan sehari-hari anggota organisasi.

Berdasarkan jangka waktunya, rencana dapat dibagi menjadi rencana jangka panjang dan rencana jangka pendek. Rencana jangka panjang umumnya didefinisikan sebagai rencana dengan jangka waktu tiga tahun, rencana jangka pendek adalah rencana yang memiliki jangka waktu satu tahun. Sementara rencana yang berada di antara keduanya dikatakan memiliki intermediate time frame.

Menurut kekhususannya, rencana dibagi menjadi rencana direksional dan rencana spesifik. Rencana direksional adalah rencana yang hanya memberikan guidelines secara umum, tidak mendetail. Misalnya seorang manajer menyuruh karyawannya untuk "meningkatkan profit 15%." Manajer tidak memberi tahu apa yang harus dilakukan untuk mencapai 15% itu. Rencana seperti ini sangat fleksibel, namun tingkat ambiguitasnya tinggi. Sedangkan rencana spesifik adalah rencana yang secara detail menentukan cara-cara yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan. Selain menyuruh karyawan untuk "meningkatkan profit 15%," ia juga memberikan perintah mendetail, misalnya dengan memperluas pasar, mengurangi biaya, dan lain-lain.

Terakhir, rencana dibagi berdasarkan frekuensi penggunannya, yaitu single use atau standing. Single-use plans adalah rencana yang didesain untuk dilaksanakan satu kali saja. Contohnya adalah "membangun 6 buah pabrik di China atau "mencapai penjualan 1.000.000 unit pada tahun 2006." Sedangkan standing plans adalah rencana yang berjalan selama perusahaan tersebut berdiri, yang termasuk di dalamnya adalah prosedur, peraturan, kebijakan, dan lain-lain .

Pengertian, Tujuan dan Sasaran Pengembangan

1. Pengertian Pengembangan
Pengembangan dalam pengertian disini adalah sesuatu yang belum ada menjadi ada atau mengembangkan sesuatu yang sudah ada. Dalam konteks pembangunan, pengertian pengembangan selama ini dikenal sebagai pengembangan sektor ekonomi. Pengembangan dalam konteks pembangunan pariwisata misalnya pengembangan produk wisata (obyek wisata), pengembangan strategi pemasaran dan lain-lain. Dalam arti lain pengembangan adalah meningkatkan kualitas kehidupan manusia.
Ada beberapa elemen yang perlu diperhatikan dalam hal meningkatkan kualitas hidup manusia. Diantaranya adalah :
a. Kebutuhan dasar (makanan, minuman, kesehatan dan tempat berlindung).
b. Keamanan (Pendapatan dan harga)
c. Iklim sosial (kebebasan sosial, kebebasan berbudaya)
d. Kemerdekaan (dapat memutuskan pilihan dalam kehidupan).
Pengembangan kepariwisataan, salah satu tipe pengembangan dari berbagai macam tipe pengembangan yang mempunyai karakter berbagai aktivitas dari berbagai sektor. Oleh karena itu harus direncanakan secara komprehensif dengan berbagai aspek pertimbangan yang diberikan seperti aspek fisik, ekonomi, sosial budaya dan politik pada berbagai tingkat perencanaan pengembangan. Efektivitas pengembangan keperiwisataan membutuhkan kekontinuan dengan sektor lain yang masuk dalam proses pengembangan.

2. Tujuan dan Sasaran Pengembangan
Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 1969 yang dikutip dari buku Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata oleh Oka A. Yoeti (1997 : hal 35) dikatakan bahwa :
Tujuan pengembangan kepariwisataan adalah :
1. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan serta lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri penunjang dan industri sampingan lainnya.
2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia.
3. Meningkatkan persaudaraan/persahabatan nasional dan internasional

Dalam bukunya, Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata (1996 ; hal 23 – 24) Kusudianto Hadinoto juga menyebutkan bahwa
Tujuan dan sasaran pengembangan pariwisata termasuk :
a. Sasaran Internasional, meliputi :
1. Penerimaan devisa yang meningkat.
2. Pengembangan ekonomi yang lebih banyak memberi kesempatan kerja
3. Pendapatan nasional meningkat, lebih banyak penerimaan pajak dan perluasan prasarana.
4. Pendapatan umum dari luar negeri menguntungkan dan peningkatan pengertian di negara-negara lain mengenai kebijaksanaan Indonesia.
5. Apresiasi meningkat diluar negeri mengenai hasil dan kontribusi budaya Indonesia.
6. Hubungan diplomatik dengan negara lain terbina baik.
b. Sasaran Dalam Negeri, meliputi :
1. Persatuan dan kesatuan identitas nasional Indonesia.
2. Pengertian umum kelembagaan nasional dan dari kewajiban penduduk.
3. Kesehatan dan kesejahteraan umum.
4. Pertumbuhan ekonomi dan redistribusi pendapatan nasional yang seimbang.
5. Perhatian umum terhadap lingkungan.
6. Preservasi tradisi daerah serta minoritas.
7. Perlindungan dari hak perseorangan untuk berlibur.
Sedangkan tujuan negara untuk mengembangkan pariwisata diterangkan pula oleh A. Hari Karyono dalam bukunya Kepariwisataan (1997 : hal 92) sebagai berikut :
1. Memperlancar penerimaan devisa.
2. Memperluas dan memeratakan kesempatan berusaha.
3. Membuka lapangan pekerjaan baru terutama bagi masyarakat setempat.
4. Mendorong pembangunan daerah
5. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa
6. Memperkokoh persatuan dan kesatuan nasional
7. Meningkatkan kegiatan ekonomi
8. Memperkenalkan kekayaan alam dan budaya bangsa.
Perencanaan pengembangan harus terintegrasi dan terkoordinasi dengan baik dalam kerangka perencanaan pengembangan nasional, artinya menjaga keseimbangan antara berbagai tipe pengembangan suatu negara dalam penggunaan sumber daya alam dan manusia untuk menghindari konflik atau masalah dengan berbagai pengembangan sektor lain.

Definisi, Bentuk, dan Tahap-tahap dalam Perencanaan

1. Definisi Perencanaan
Sebelum pengembangan obyek dan daya tarik wisata dilaksanakan maka diperlukan juga perencanaan dalam konteks pengembangan. Maksud dan tujuan perencanaan pengembangan pariwisata pada dasarnya adalah mencegah dampak fisik, masyarakat, pemasaran organisasi dan dampak negatif lain-lain yang dapat terjadi.
Beberapa definisi perencanaan adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan dalam arti yang seluas-luasnya tidak lain adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu.
b. Suatu cara bagaimana mencapai tujuan sebaik-baiknya dengan sumber daya yang ada supaya lebih efektif dan efisien.
c. Suatu pengarahan penggunaan sumber daya pembangunan yang terbatas adanya untuk mencapai keadaan sosial ekonomi yang lebih baik secara lebih efektif dan efisien.
d. Sebuah ramalan kedepan melalui suatu proses yang menggambarkan keinginan dan kebutuhan serta memperhatikan pengalaman dengan menyatakan tujuan-tujuan, batasan-batasan dan kriteria-kriteria yang akan diwujudkan.
e. Mengelola masa datang untuk mencapai tujuan.

2. Tipe-Tipe Perencanaan
Dalam suatu perencanaan terdapat beberapa tipe perencanaan yang kesemuanya tergantung dari aspek yang akan dikembangkan atau aspek yang dikaji oleh produk perencanaan. Beberapa contohnya adalah sebagai berikut :
a. Perencanaan ekonomi.
b. Perencanaan transportasi.
c. Perencanaan lingkungan
d. Perencanaan tata letak
e. Perencanaan pariwisata
f. Perencanaan kawasan wisata
g. Perencanaan obyek wisata
h. Perencanaan atraksi wisata dan lain-lain.

3. Tahap-Tahap Perencanaan
Dalam sektor kepariwisataan, suatu perencanaan pada pengembangan obyek dan daya tarik wisata melalui tingkatan-tingkatan atau tahap-tahap. Oka A. Yoeti dalam bukunya Perencanaan dan Pengembangan Pariwisata (1997 : hal 23 – 23) memaparkan bahwa tahap-tahap perencanaan pariwisata adalah sebagai berikut :
Tahap I : Perencanaan secara menyeluruh di tingkat nasional
Dalam hal ini identik dengan perencanaan pembangunan negara secara keseluruhan yang mencakup banyak aspek. Pada tahap ini ditentukan berupa potensi-potensi yang ada dan menetapkan tujuan pada tingkat nasional untuk jangka waktu 5 sampai 10 tahun mendatang.
Tahap II : Rencana induk tingkat nasional
Pada umumnya penyusunan rencana induk (master plan) bersamaan dengan penyusunan rencana pembangunan negara secara keseluruhan. Di Indonesia misalnya, perencanaan dimasukkan dalam Repelita. Biasanya disusun untuk jangka waktu 4 – 6 tahun dan perencanaan dilakukan oleh organisasi kepariwisataan nasional bersama dengan kementrian yang membawahi bidang kepariwisataan.
Tahap III : Perencanaan secara regional dan atau secara sektoral
Regional : Dalam hal ini adalah pembangunan suatu daerah tujuan wisata secara geografis didaerah yang dianggap mempunyai potensi kepariwisataan dengan prospek yang cukup baik.
Sektoral : Dalam hal ini pengembangan dalam suatu sektor saja seperti halnya pembangunan tempat-tempat rekreasi skin diving, ski resort, golf course pada daerah-daerah tujuan wisata.
Kedua macam perencanaan ini biasanya disusun untuk jangka waktu 3 sampai dengan 5 tahun.
Tahap IV : Program
Dalam tahap ini pelaksanaan pembangunan proyek dibuatkan programnya sesuai dengan budget yang tersedia. Disini perlu diperhatikan sistem prioritas artinya sesuai dengan budget yang tersedia, dibuatkan urutan pekerjaan menurut keperluan proyek secara keseluruhan.
Tahap V : Perincian proyek
Suatu proyek terdiri dari beberapa komponen yang terpisah-pisah tetapi masing-masing komponen merupakan unsur yang mendukung berfungsinya proyek tadi.

Sedangkan tahap-tahap perencanaan pengembangan obyek dan daya tarik wisata menurut Charles Kaiser Jr dan Larry E. Helber dalam bukunya Tourism Planning and Development dijelaskan bahwa :
Tahap-tahap perencanaan pariwisata itu dimulai dari pengembangan pariwisata daerah (regional tourism development) mencakup pembangunan fisik obyek dan atraksi wisata yang akan dijual, fasilitas akomodasi, restoran, pelayanan umum (telepon, teleks, faximile, money changer dan lain-lain), angkutan wisata dan perencanaan promosi yang akan dilakukan.

Dalam perencanaan pengembangan semua aspek operasional perlu dipertimbangkan secara cermat terutama faktor-faktor yang mendukung kelancaran wisatawan semenjak ia berangkat dari daerah/negara asalnya, selama dalam perjalanan, ditempat tujuan, pada obyek dan daya tarik wisata yang dikunjungi sehingga wisatawan kembali dengan perasaan puas.

4. Bentuk-Bentuk Perencanaan
Berbagai bentuk perencanaan dalam pengembangan obyek dan daya tarik wisata dapat digolongkan sebagai berikut :
a. Perencanaan alokatif
Adalah perencanaan yang memperhatikan atau menekankan pada sistem yang ada atau keefisienan fungsi yang ada (koordinasi, penanganan masalah dan lain-lain) kadang juga dikenal dengan perencanaan pengaturan.
b. Perencanaan inovatif
Adalah perencanaan yang lebih memperhatikan atau menekankan pada peningkatan atau pengembangan sistem yang ada (memperkenalkan tujuan atau sasaran baru, perubahan skala besar dan lain-lain). Dalam pengertian disini perencanaan inovatif sering dikenal dengan perencanaan pengembangan.
c. Perencanaan dengan satu atau lebih tujuan
Bagaimanapun bentuk perencanaan, sebuah produk perencanaan pasti mempunyai satu atau lebih tujuan dan sasaran.
d. Perencanaan Imperatif dan indikatif
Inti dari produk perencanaan ini adalah bagaimana metode atau implementasi rencana, produk perencanaan ini memberikan panduan umum dan nasihat atau bimbingan dalam mewujudkan apa yang menjadi sasaran dan tujuan perencanaan.

Kerjasama Biro Perjalanan Wisata dengan Mitra Kerja

Suatu organisasi tidak akan terlepas dari kerjasama, dengan kerjasama tersebut akan dicapai kemajuan dan keuntungan. Kerjasama merupakan hubungan antara dua orang atau organisasi atau lebih yang melakukan suatu bentuk kegiatan atau aktivitas guna mencapai tujuan tertentu yang akan menguntungkan kedua belah pihak. Kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi digolongkan dalam bentuk :
1. Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Biro Perjalanan Wisata lainnya.
2. Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Hotel.
3. Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Transportasi ( darat, laut, udara ).
4. Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Daerah Tujuan Wisata.
5. Kerjasama antara Biro Perjalanan Wisata dengan Pemerintah.
Adapun tujuan utama dari menjalin hubungan kerjasama yang dilakukan oleh pihak Biro Perjalanan Wisata dengan mitra kerja yang lain adalah :
1. Untuk mencapai serta memajukan lajunya pertumbuhan perusahaan.
2. Untuk mencapai keuntungan bagi kedua belah pihak.
3. Untuk menekan biaya operasional paket wisata dengan cara membuat contract rate dengan mitra kerja.
4. Untuk mempermudah dalam pelaksanaan operasional paket wisata terutama dalam reservation.

Fungsi Biro Perjalanan Wisata

Suatu Biro Perjalanan Wisata merupakan suatu badan usaha yang dapat memberikan jasa-jasa pelayanan bagi orang-orang yang melakukan perjalanan baik sebagai pelancong pada umumnya dan sebagai wisatawan pada khususnya. Dalam hal ini ia mempunyai fungsi umum dan fungsi khusus.

Fungsi Umum
Biro Perjalanan Wisata merupakan suatu usaha yang dapat memberikan penerangan atau informasi tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia perjalanan pada umumnya dan dunia kepariwisataan pada khususnya.
Fungsi khusus
1. Biro Perjalanan Wisata berfungsi sebagai suatu badan perantara (yang dapat disamakan dengan broker dalam dunia perdagangan) biasanya antara para wisatawan atau turis di satu pihak dan pengusaha-pengusaha industri pariwisata (penerbangan, bus atau taksi, kereta api, hotel, obyek wisata, restoran hiburan dan lainsebagainya) di lain pihak.
2. Biro Perjalanan Wisata berfungsi sebagai suatu badan yang merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan dengan tanggung jawab dan resiko sendiri.

Kedudukan dan Peran Biro Perjalanan Wisata

Dalam dunia pariwisata kita mengenal 3 (tiga) sarana kepariwisataan yang mempunyai fungsi masing-masing. Ketiga sarana ini merupakan suatu kesatuan yang saling melengkapi untuk menunjang kehidupan dunia pariwisata. Yang dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Suprastructures)
2. Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourist Suprastructures)
3. Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Suprastructures)

Ad.1 Sarana Pokok Kepariwisataan (Main Tourism Suprastuctures)
Yang dimaksud dengan sarana pokok kepariwisataan ialah perusahaan-perusahaan yang tergantung pada ada atau tidak adanya arus lalulintas wisatawan. Yang termasuk dalam kelompok ini antara lain ialah Biro Perjalanan, Tourist Transportation, hotel dan sarana akomodasi lainnya, obyek wisata dan toko souvenir.

Ad.2 Sarana Pelengkap Kepariwisataan (Supplementing Tourism Suprastructures).
Yang dimaksud dengan sarana pelengkap dalam kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang melengkapi sarana pokok dan berfungsi membuat para wisatawan menjadi lebih senang dan tertarik untuk tinggal lebih lama pada suatu tempat atau daerah yang dikunjungi. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah tempat-tempat rekreasi yang dilengkapi dengan kolam renang, lapangan tenis, lapangan golf, sarana olahraga air, dan sebagainya.

Ad.3 Sarana Penunjang Kepariwisataan (Supporting Tourism Suprastructures)
Yang dimaksud dengan sarana penunjang dalam kepariwisataan adalah perusahaan-prusahaan yang melengkapi sarana pokok dan sarana pelengkap yang berfungsi membuat wisatawan lebih lama tinggal dan lebih banyak mengeluarkan uang di tempat atau di daerah yang mereka kunjungi. Yang termasuk dalam kelompok ini diantaranya night club, steambath, cassino, dan tempat lain semacamnya.
Jelas terlihat bahwa Biro Perjalanan Wisata termasuk dalam kelompok sarana pokok kepariwisataan yang merupakan salah satu sarana penting dan mempunyai kedudukan yang sangat menentukan perkembangan pariwisata. Biro Perjalanan Wisata merupakan motor penggerak yang merencanakan dan menyelenggarakan perjalanan wisatawan dari satu tempat ke tempat lain. Peran Biro Perjalanan Wisata yang lain ialah sebagai jembatan atau perantara antar wisatawan dengan industri pariwisata (tourist transportation, hotel, bar dan restoran, toko souvenir, tempat hiburan dan objek wisata).
Peran Biro Perjalanan Wisata yang sangat penting ialah sebagai sarana pengembangan pariwisata yang menghidupkan dan mengembangkan obyek-obyek baru, memperkenalkan daerah-daerah tujuan wisata, sehingga membuat wisatawan ingin melakukan perjalanan ke daerah tujuan wisata dengan acara yang menarik.
Jadi peran Biro Perjalanan Wisata dalam kepariwisataan tidak dapat dikesampingkan, tanpa ada Biro Perjalanan Wisata maka kegiatan kepariwisataan menjadi mati, karena tidak ada yang merencanakan dan menyelenggarakan suatu perjalanan wisata.

Definisi Biro Perjalanan Wisata

Secara umum pengertian Biro Perjalanan Wisata adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan paket wisata dan agen perjalanan. Sesuai dengan perkembangan pariwisata, Direktorat Jenderal Pariwisata memberikan definisi tentang Biro Perjalanan Wisata melalui Surat Keputusan Direktorat Jenderal Pariwisata No. Kep. 16/U/II/Tanggal 25 Februari 1988 tentang Pelaksanaan Ketentuan Usaha Perjalanan, pada Bab I Penelitian Umum Pasal 1, memberi pengertian dengan batasan sebagai berikut:
1. Usaha Perjalanan adalah kegiatan usaha yang bersifat komersial yang mengatur, meyediakan dan menyelenggarakan pelayanan bagi seseorang, sekelompok orang untuk melakukan perjalanan dengan tujuan utama berwisata.
2. Biro Perjalanan Wisata adalah badan usaha yang menyelenggarakan kegiatan usaha perjalanan ke dalam negeri dan atau ke luar negeri.
3. Cabang Biro Perjalanan Wisata adalah salah satu unit usaha Biro Perjalanan Wisata, yang berkedudukan di wilayah yang sama dengan kantor pusatnya atau di wilayah lain, yang melakukan kegiatan kantor pusatnya.
4. Agen Perjalanan adalah badan usaha yang menyelenggarakan usaha perjalanan yang bertindak sebagai perantara di dalam menjual dan atau mengurus jasa untuk melakukan perjalanan.
5. Perwakilan adalah Biro Perjalanan Wisata, Agen Perjalanan, badan usaha lainnya atau perorangan, yang ditunjuk oleh suatu Biro Perjalanan Wisata yang berkedudukan di wilayah lain untuk melakukan kegiatan yang diwakilkan baik secara tetap maupun tidak tetap.
Nyoman S. Pendit (Ilmu Pariwisata, 1990), seorang penulis yang sangat produktif tentang soal-soal yang berhubungan dengan kepariwisataan memberikan definisi sebagai berikut:
“Yang dimaksud dengan Biro Perjalanan adalah Wisata perusahaan yang mempunyai tujuan untuk menyiapkan suatu perjalanan (dalam bahasa asingnya trip atau travel) bagi orang-orang atau seorang yang merencanakan untuk mengadakannya”.

Pengertian Kepariwisataan

Kepariwisataan (tourism) diartikan sebagai suatu kegiatan usaha melayani serta memenuhi keinginan dan kebutuhan orang yang sedang melakukan perjalanan (traveller).
Wujudnya berupa penyediaan dan pelayanan sejumlah fasilitas promosi, perencanaan perjalanan, transportasi dan penyediaan daerah tujuan wisata yang menarik dan menyenangkan. Termasuk didalamnya fasilitas yang dibutuhkan untuk menginap, istirahat, makan dan minum serta rekreasi.
Berikut ini beberapa definisi pariwisata :
1. Menurut UU No.9 Bab I Pasal 1 tahun 1990 tentang kepariwisataan menyatakan bahwa :
Kepariwisataan adalah segala kegiatan dan urusan yang ada kaitannya dengan perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan pariwisata baik yang dilakukan oleh pemerintah, pihak swasta dan masyarakat.

2. Menurut Oka A. Yoety dalam bukunya Pengantar Pariwisata (1990 : Hal 109) yang menyatakan bahwa dalam pengertian kepariwisataan terdapat berbagai faktor yang mau tidak mau harus ada dalam bahasan suatu definisi pariwisata.
Faktor-faktor yang dimaksud adalah :
1. Perjalanan itu dilaksanakan untuk sementara waktu.
2. Perjalanan itu dilakukan dari suatu tempat ke tempat lainnya.
3. Perjalanan itu, walau apapun bentuknya selalu dikaitkan dengan pertamasyaan atau rekreasi.
4. Orang yang melakukan perjalanan tersebut tidak mencari nafkah ditempat yang dikunjungi dan semata-mata sebagai konsumen ditempat tersebut.
Berdasar faktor-faktor tersebut diatas, maka Oka A. Yoety memberikan definisi pariwisata sebagai berikut :
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna bertamasya dan rekreasi atau memenuhi keinginan yang beraneka ragam.

Pengertian dan Syarat Pramusaji yang Profesional

1. Pengertian Pramusaji yang Profesional
Menurut Kamur Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Balai Pustaka, peranan yaitu keikut sertaan organisasi atau seseorang dalam suatu kegiatan.
Sedangkan definisi pramusaji menurut Marsum W.A (1993:90) adalah:
“karyawan/karyawati didalam sebuah restoran yang bertugas menunggu tamu-tamu, membuat tamu merasa mendapat sambutan dengan baik dan nyaman, mengambil pesanan makanan dan minuman serta menyajikannya, juga membersihkan restoran dan lingkungannya serta mempersiapkan meja makan dan peralatan makan untuk tamu berikutnya”

Pengertian profesional atau profesionalisme merupakan sesuatu yang erat hubungannya dengan profesi yang dimiliki/dijalani seseorang yang memerlukan keahlian khusus dalam mendukung profesi tersebut. Begitu halnya dengan profesi sebagai pramusaji di sebuah restoran pada hotel yang berbintang. Keahlian khusus yang dimiliki seorang pramusaji profesional didasarkan pada kehalian akan suatu disiplin ilmu dan dapat diaplikasikan baik
pada manusia, benda, maupun dengan seni yang didapat melalui pendidikan atau pelatihan (Wojowasito & Poerwadarminta, 1982; Tim Penyusun Kamus Pusat Pengembangan & Pembinaan Bahasa, 1995).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pramusaji yang profesional adalah karyawan atau karyawati staf F&B di restoran yang dalam melakukan aktifitas tugasnya selalu berpedoman pada standar dasar pelayanan yang berlaku secara internasional dan dapat menerapkan akan suatu disiplin ilmu dari pendidikan atau pelatihan yang didapat sehingga menjadi keahlian khusus untuk mendukung tugasnya dalam memberikan pelayanan makan dan minum kepada tamu.

2. Syarat Pramusaji yang Profesional
Untuk menjadi pramusaji yang profesional selain dituntut memiliki syarat-syarat tertentu baik secara fisik ataupun non fisik, ini dikarenakan tidak semua orang dapat menjadi pramusaji terutama di restoran dalam suatu hotel yang berbintang.
a. Syarat fisik
1) Sehat jasmani.
2) Pendengaran normal, gigi dan kuku terawat baik, tidak cacat fisik, tidak mengidap penyakit menular (seperti: TBC, Hepatitis, dan sebagainya).

3) Berpenampilan rapi.
4) Badan tegak, tidak bungkuk, dan tidak loyo.
5. Berpakaian rapi dan selalu memakai uniform kerja.
6. Selalu mengenakan atribut yang telah ditetapkan manajemen (seperti: name tage, simbol perusahaan dan lain-lain).
7. Mengenakan sepatu warna gelap dan selalu tersemir mengkilap.
8. Tidak memakai perhiasan yang berlebihan.
9. Khusus wanita, make up disesuaikan dengan kondisi lingkungan.
10. Tidak memelihara kumis dan jenggot.
11. Untuk pria, rambut tidak gondrong.
12. Untuk wanita yang berambut panjang, rambut terikat rapi ke belakang.
b. Syarat non fisik
1) Sehat rohani, tidak mengalami gangguan atau kekacauan mental dan emosional, tidak stress atau frustasi.
2) mampu berkomunikasi dengan bahasa yang dimengerti satu sama lain.
3) Bersikap ceria dan murah senyum.
4) Sabar, jujur, dan berdisiplin dalam situasi dan kondisi apapun.
5) Berpengalaman luas tentang produk makanan dan minuman yang dijual.

6) Menguasai teknik kerja sesuai petunjuk pelaksanaan yang telah ditetapkan manajemen.
7) Memiliki sifat suka menolong.
8) Percaya diri dan tidak sombong.
Pengertian Restoran
Merupakan suatu tempat atau bangunan yang diorganisasikan secara komersial, yang menyelenggarakan pelayanan-pelayanan baik kepada semua tamunya baik berupa makan maupun minum.
Asal kata restoran berasal dari kata re-store yang berarti mengembalikan atau memperbaiki, maksudnya setelah kita bekerja dan berjalan menuju kerumah untuk menambah kehilangan kalori kita akibat bekerja dan berjalan. Kita dapat mengisi kembali kalori kita dengan mampir ke suatu tempat untuk makan dan minum yang artinya pengembalian dan pemulangan dari kata restore (restoration) yang kemudian berubah menjadi restaurant dalam bahasa Inggris dan di Indonesia menjadi restoran (Mangkuwerdoyo, 1999:97-98).
Di restoran terjadi bisnis barter antara pembeli dan penjual dalam hal ini produk jasa dengan uang. Barter ini tidak akan berjalan mulus kalau petugas-petugas yang akan menangani pelayanan tidak diseleksi secara cermat, dididik dan dilatih dengan baik, diajar berkomunikasi serta dikoordinasikan dengan teliti serta dipersiapkan dengan kesungguhan hati. Karena itu pramusaji harus tahu bagaimana cara membuat tamu-tamu senang dan puas sehingga mereka selalu berkeinginan untuk menjadi pelanggan restoran.
Menurut Wojowasito dan Poerwadarminta, yang dimaksud dengan design didalam suatu restoran adalah rencana, maksud dan tujuan jadi restoran
sebenarnya adalah suatu rencana, maksud dan tujuan jadi restoran sebenarnya adalah suatu bisnis yang direncanakan dengan baik yang dimaksudkan dan ditujukan untuk suatu tujuan tertentu.

Pengertian Food and Beverage

Menurut Soekresno dan Pendit (1998:4) menyebutkan bahwa food and beverage department adalah bagian dari hotel yang mengurus dan bertanggung jawab terhadap kebutuhan pelayanan makanan dan minuman serta kebutuhan lain yang terkait, dari para tamu yang tinggal maupun yang tidak tinggal di hotel tersebut dan dikelola secara komersial serta profesional.
Food and beverage department merupakan departemen yang sangat mutlak diperlukan di hotel dalam penyediaan dan pelayanan makanan dan minuman dalam menjalankan tugasnya food and beverage department terbagi menjadi dua
bagian yang saling bergantung satu sama lain dan harus saling bekerjasama.
2 (dua) bagian tersebut adalah:
1. Food and beverage bagian depan (front service)
Yaitu bagian yang langsung berhubungan dengan tamu, terdiri dari bar, restoran, banquet dan room service.
2. Food and beverage bagian belakang (back service)
Yaitu bagian yang tidak langsung berhubungan dengan tamu karena harus melalui perantara pramusaji, terdiri dari kitchen, stewarding.
Tujuan departemen food and beverage menurut Soekarno dan Pendit (1998:5) adalah:
1. Menjual makanan dan minuman sebanyak-banyaknya dengan harga yang sesuai.
2. Memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada tamu sehingga tamu merasa puas. Hal ini menyangkut mutu pelayanan mutu makanan dan minuman, sikap karyawan, dekorasi ruangan serta suasana sekitar, peralatan yang dipakai dan sanitasinya.
3. Mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dan untuk kesinambungan usaha.

Pengertian dan Klasifikasi Hotel

1. Pengertian Hotel
Dalam era modern ini hotel didefinisikan sebagai suatu organisasi yang menyediakan sarana akomodasi, makanan/minuman, serta fasilitas lain yang dikelola secara komersial. Adapun pengertian hotel menurut pendapat beberapa ahli pariwisata adalah sebagai berikut:
1. Prof K. Kraft
Hotel adalah sebuah bangunan yang menyediakan makanan dan pelayanan yang bersangkutan mengadakan perjalanan.
2. Keputusan Menteri SK 241/H/70 Thn/1970
Hotel adalah perusahaan yang memberikan layanan jasa dalam bentuk penginapan atau akomodasi serta menyediakan hidangan dan fasilitas lainnya untuk umum yang memenuhi syarat-syarat comfort, privacy dan bertujuan komersional.
3. American Hotel and Association
Hotel adalah suatu tempat di mana disediakan penginapan, makan dan minum, serta pelayanan lainnya, untuk disewakan bagi orang-orang yang tinggal untuk sementara waktu.


B. Klasifikasi Hotel
Berdasarkan SK Menparpostel RI No. PM/PW 301/PHB-77 hotel diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Hotel berbintang 1 (satu)
2. Hotel berbintang 2 (dua)
3. Hotel berbintang 3 (tiga)
4. Hotel berbintang 4 (empat)
5. Hotel berbintang 5 (lima)
Persyaratan hotel berbintang:
1. Dikatakan hotel berbintang satu apabila sekurang-kurangnya memiliki 15 kamar, satu kamar suite room, memiliki restaurant dan bar.
2. Dikatakan hotel berbintang dua apabila sekurang-kurangnya memiliki 20 kamar, dua suite room, memiliki restaurant dan bar.
3. Dikatakan hotel berbintang tiga apabila sekurang-kurangnya memiliki 30 kamar, tiga suite room, memiliki restaurant dan bar.
4. Dikatakan hotel berbintang empat apabila sekurang-kurangnya memiliki 50 kamar, empat suite room, memiliki restaurant dan bar.
5. Dikatakan hotel berbintang lima apabila sekurang-kurangnya memiliki 100 kamar, lima suite room, memiliki restaurant dan bar.


Departemen-Departemen yang ada dalam Hotel
Menurut Marsum WA (2001:73-76) menyebutkan bahwa selain pendekatan dengan teman sekerja, perlu juga pendekatan pribadi dan teman bagian lain yang erat hubungannya dengan restauran. Semua itu perlu demi kelancaran kerja dan agar situasinya lebih menyenangkan Adapun departemen yang erat hubungannya dengan restauran adalah:
1. Kitchen
Bagian dapur cepat atau lambat, puas atau tidaknya para tamu atas pelayanan atau pun makanan yang disajikan sangat berpengaruh oleh bagian dapur.
2. Bar
Bagian yang masih di bawah food and beverage department yang menyajikan minuman.
3. Steward
Bagian yang bertugas dibidang pengadaan peralatan baik untuk keperluan dapur maupun restauran.
4. Cashier (kasir)
Bagian yang memberi harga pada gill tamu, menerima uang pembayaran dari tamu, membuat laporan hasil penjualan minum, makanan, dan memberikan laporan beberapa hasil penjualan secara keseluruhan.

5. Accounting (bagian keuangan)
Bagian keuangan masih satu departemen dengan bagian kasir. Semua pembayaran seperti gaji, honor, uang service, tunjangan transportasi akomodasi dan lain-lain di proses di bagian keuangan.
6. Housekeeping department
Bagian yang menangani hal-hal yang berhubungan dengan upaya menciptakan keindahan dan kenyamanan serta kebersihan seluruh area hotel.
7. Laundry
Bagian yang menangani pengelolaan dalam penggunaan linen dihotel seperti uniform napkin, glass towok, table cloth, skating place mate.
8. Front office
Bagian sumber informasi dari operasi hotel secara keseluruhan.
9. Purchasing
Bagian yang memberi seluruh bahan mentah keperluan dapur untuk dibuat makanan dan minuman yang dijual di restoran khususnya, atau untuk keperluan hotel pada umumnya.
10. Storing
Bagian yang menyimpan barang dan bahan yang dibeli purchasing agar tahan lama dan dapat diatur penggunaannya.

11. Cost control
Bagian yang menentukan harga semua makanan dan minuman yang dijual di restoran bekerja sama dengan food and beverage manager dan souse chef’s.
12. Engineering
Bagian yang menangani masalah perbaikan dan penyediaan segala sesuatu untuk efisiensi hotel, meliputi kegiatan perbaikan listrik, dekorasi lampu, AC, kulkas.
13. Transportation
Bagian yang berurusan dengan kendaraan yang masih satu departemen dengan engineering department.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil

Bahwasanya perstasi kerja pegawai mempunyai keterkaitan dengan hasil kerja pegawai dalam melaksanakan tugas-tugas mereka dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan organisasi.
Sehubungan dengan hal dimaksud perlu diadakan pembinaan Pegawai Negeri Sipil secara terus menerus, sehingga mereka mampu menghasilkan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri maupun organisasi. Untuk itu pembinaan Pegawai Negeri Sipil tidak dapat dipisahkan dari kedudukan mereka sebagai manusia yang tidak terlepas dari kebutuhan, kemampuan dan kepribadian yang dapat dikembangkan. Oleh karena itu pembinaan prestasi kerja pegawai harus dapat menyentuh semua itu. Pada kenyataannya seorang pegawai dalam melaksanakan tugas dipengaruhi oleh beberapa faktor baik yang berasal dari dalam lingkungan organisasi maupun di luar lingkugan organisasi.
Menurut Handoko (1994 : 252-252) mengemukakan sebagai berikut :
Motivasi bukan satu-satunya faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang, dua faktor lainnya yang terlibat adalah kemampuan individu dan pemahaman perilaku untuk mencapai prestasi yang tinggi yang disebut prestasi peranan. Motivasi, kemampuan dan persepsi peranan adalah saling berhubungan, jadi bila salah satu faktor rendah maka tingkat prestasi akan rendah walaupun faktor-faktor lainnya tinggi.

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja pegawai didukung oleh adanya motivasi pegawai, kemampuan dan kejelasan akan peran.
1. Motivasi
Motivasi menurut Hasibuan (1987 : 1580) adalah “pemberian daya penggerak yang menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerjasama, bekerja efektif dan terintegrasi dengan segala upaya untuk mencapai tujuan”.
Menurut Moekijat (1995 : 225) motivasi diartikan sebagai “dorongan seseorang untuk mengambil tindakan karena orang tersebut ingin melakukan demikian”.
Dari uraian tersebut dapat dipahami bahwa motivasi merupakan keseluruhan pemberian daya penggerak kepada seseorang yang dalam hal ini pegawai, sehingga mereka mau bekerja lebih baik dan bergairah demi tercapainya tujuan.
Disadari atau tidak motif manusia didasarkan atas kebutuhan, baik kebutuhan primer maupun kebutuhan sekunder. Sedangkan jenis-jenis kebutuhan pegawai yang dapat mempengaruhi prestasi kerjanya menurut Siagian (1989 : 189) dikemukakan sebagai berikut :
Seseorang dianggap mempunyai motivasi prestasi tinggi apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik dari yang lain dalam banyak situasi. Ada tiga karakteristik kebutuhan yang menjadi pusat perhatiannya yaitu prestasi, afiliasi dan kekuasaan. Dari ketiga kebutuhan ini telah terbukti merupakan unsur-unsur penting yang ikut menentukan prestasi pribadi dalam situasi kerja dan cara hidup.

Dari uraian tersebut jelaslah dinyatakan bahwa salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja adalah pemenuhan kebutuhan. Apabila kebutuhan seorang pegawai terpenuhi, maka akan sangat dimungkinkan motivasi untuk berprestasi meningkat. Oleh sebab itu dalam organisasi diupayakan pemenuhan kebutuhan menjadi skala prioritas utama. Dengan demikian pegawai perlu diberikan motivasi agar mereka tetap mempunyai minat untuk bekerja dengan baik dan perasaan puas terhadap pekerjaan atau jabatan yang diembannya. Keadaan yang demikian memungkinkan seorang pegawai dapat berprestasi lebih baik.
Dalam hal ini Bagian Kepegawaian berperan untuk memberikan motivasi kepada para pegawai sehingga dapat bekerja lebih baik. Hal ini sesuai dengan pendapat Moekijat (1995 : 143) yang menyatakan bahwa “fungsi personalia mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap motivasi pegawai dan kepuasan”.
Dengan demikian pemberian motivasi pegawai pada dasarnya membutuhkan pengetahuan mengenai karakteristik pegawai dalam organisasi sehingga upaya pemberian motivasi tersebut akan bermanfaat secara maksimal guna meningkatkan prestasi kerja pegawai.
Adapun wujud konkrit pemberian motivasi pada Pegawai Ngeri Sipil adalah kenaikan pangkat. Kenaikan pangkat menurut Nainggolan (1987 : 184) ialah “pengahargaan yang diberikan atas pengabdian Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan terhadap negara, selain itu juga dimaksudkan sebagai dorongan kepada para Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan pengabdiannya”.
Dari pengertian tersebut kenaikan pangkat diharapkan secara implisit menimbulkan suatu dorongan terhadap pegawai untuk lebih berprestasi karena “sistem kenaikan pangkat yang dipergunakan juga memicu pada sistem karier dan sistem prestasi kerja” (Burhanudin, 1995 : 74).
Adapun dasar kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 sebagaimana dikutip oleh Ghufron (1991 : 63) kenaikan pangkat Pegawai Ngeri Sipil secara garis besar meliputi :
1. Kenaikan pangkat reguler adalah kenaikan pangkat yang diberikan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan tanpa memperhatikan jabatan yang dipangkunya;
2. Kenaikan pangkat pilihan adalah kenaikan pangkat yang diberikan kepada seorang Pegawai Negeri Sipil yang memangku jabatan struktural ataupun jabatan fungsional tertentu yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan;
3. Kenaikan pangkat sebagai penyesuaian ijasah adalah kenaikan pangkat yang diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil yang memperoleh tanda tamat belajar, ijasah atau akte.

Selain kenaikan pangkat tersebut tentu saja masih banyak jenis kenaikan pangkat yang disesuaikan dengan kebutuhan, seperti kenaikan pangkat istimewa yang diberikan kepada pegawai karena prestasinya yang luar biasa atau menemukan sesuatu yang bermanfaat bagi kepentingan negara.
Dengan demikian kenaikan pangkat bagi seorang Pegawai Negeri Sipil merupakan prestasi kerja yang dicapai dengan baik, dimana hal itu dibuktikan dengan Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan ( DP3 ). Selin kenaikan pangkat bentuk motivasi yang lain diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil adalah mutasi pegawai.
Mutasi atau perpindahan pegawai dimaksudkan untuk memberikan tambahan pengalaman kerja kepada pegawai serta menghindari kejenuhan kerja, disamping itu merupakan salah satu bentuk pembinaan pegawai. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 yang berbunyi sebagai berikut : “Untuk kepentingan pelaksanaan tugas kedinasan dan dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil dapat diadakan perpindahan jabatan, tugas, dan/atau wilayah kerja’.
Mutasi pegawai dapat dilakukan dari satu jabatan ke jabatan lain atau dari suatu tempat ke tempat lain atau sebagai promosi suatu jabatan yang lebih tinggi. Tujuan dari mutasi pegawai menurut Musanef (1983 : 148) meliputi :
1. Peningkatan produktifitas;
2. Pendayagunaan pegawai;
3. Pengembangan karir;
4. Penambahan tenaga ahli pada unit yang membutuhkan;
5. Pengisian jabatan-jabatan yang lowong;
6. Sebagai hukuman.

Kemudian Burhanudin (1995 : 198) mengatakan bahwa mutasi adalah “untuk mendapatkan tenaga yang cakap pada kedudukan yang tepat pada situasi yang berbeda dan mencegah kejenuhan kerja pegawai”.
Dengan demikian tujuan mutasi adalah untuk meningkatkan kemampuan melalui pengembangan pengetahuan yang dilakukan melalui pemberian motivasi kepada pegawai berupa perpindahan dalam jabatan atau perpindahan wilayah kerja. Disamping itu dengan adanya mutasi diharapkan adanya inovasi baik yang sifatnya meneruskan program yang telah ada maupun adanya pembaharuan. Sehingga menimbulkan suasana baru pada organisasi yang sekaligus sebagai wadah untuk meningkatkan prestasi pegawai.
2. Kemampuan Pegawai
Untuk kelancaran suatu pekerjaan dubutuhkan adanya kemampuan, demikian juga dalam organisasi dimana kemampuan anggota sangat dibutuhkan untuk pelaksanaan kegiatan operasional.
Berkaitan dengan hal tersebut kemampuan menurut Siagian ( 1989 : 147) bahwa “kemampuan yang ditunjukkan oleh para anggota organisasi hanya sebagai potensi yang terdapat dalam dirinya”.
Rao (1996 : 42) mengatakan bahwa “seseorang yang sangat mampu mungkin hanya membutuhkan usaha sangat sedikit untuk mencapai prestasi kerja tinggi, sedangkan seorang lain dengan kemampuan rendah mungkin harus berusaha keras untuk menghasilkan tingkat keluaran rata-rata sekalipun”.
Kemudian Rao (1996 : 198) mengemukakan bahwa kemampuan yang harus dimiliki pegawai agar dapat berprestasi meliputi :
1. Pengetahuan tentang pekerjaan mencakup pengetahuan, pengertian, ketelitiannya mengenai asas-asas, teknik-teknik, kebijaksanaan, prosedur dan pengembangan terakhir berkaitan dengan fungsi-fungsi dan bidang-bidang yang ada kaitannya, kemampuan menerapkan pengetahuannnya kepada situasi-situasi praktis;
2. Ketrampilan merencanakan merupakan kemampuan untuk memvisualisasikan semua segi pekerjaan, menduga kemungkinan-kemungkinan dan merencanakan secara sistematika seperangkat tindakan dan cara bertindak untuk mencapai sasaran;
3. Ketrampilan mengorganisasi merupakan kemampuan untuk mengarahkan, megkoordinasi dan memadukan sumber daya menyelesaikan tugas dengan pendelegasian tanggung jawab dan wewenang yang sesuai;
4. Kemampuan berhubungan antara pribadi dan kelompok. Kemampuan untuk bekerja yang harmonis dengan atasan, rekan sebaya dan bawahan baik secara perorangan maupun dalam kelompok.

Dengan demikian kemampuan pegawai dapat dilihat dari pengetahuan dan ketrampilan yang ada pada diri pegawai tersebut dalam menjalankan setiap tugasnya dengan baik. Modal pengetahuan dan ketrampilan tersebut pada umumnya dimiliki oleh para pegawai yang berpendidikan dan berpengalaman dalam pekerjaannya.
Dalam kaitannya dengan kemampuan kerja, pengalaman juga merupakan bagian dari kemampuan yang juga tidak kalah pentingnya dengan faktor pendidikan. Karena pada dasarnya pengalaman juga merupakan potensi yang ada pada diri seseorang yang memungkinkan untuk bisa mengerjakan pekerjaanya. Bila pengalaman itu dihubungkan dengan pekerjaan seorang pegawai, maka pengertian pengalaman di sini lebih ditujukan pada pelajaran yang diperoleh seseorang dalam bekerja atau menekuni pekerjaannya.
Dari uraian di atas dapat dimengerti bahwa orang yang memiliki masa dinas atau masa kerja tertentu, akan memiliki pengalaman tertentu pula dalam jabatan yang didudukinya. Dengan kata lain semakin lama seseorang menduduki jabatan, maka semakin banyak pengalaman yang diperolehnya dalam jabatan tersebut.
Dalam kaitannya dengan kemampuan, Pendidikan dan Pelatihan Pegawai merupakan bidang penting dalam pembinaan pegawai, dimana kedudukannya dapat langsung mempengaruhi pegawai yang diinginkan.
Dalam rangka pembinaan Pegawai Negeri Sipil yang berdasarkan pada sistem karir dan sistem prestasi kerja, Pendidikan dan Pelatihan merupakan salah satu aspek yang perlu ditangani secara terus menerus dan terencana.
Sebelum lebih jauh membahas tentang pendidikan dan latihan maka perlu diketahui pengertian dari pendidikan dan pelatihan terlebih dahulu. Musenaf (1992 : 155) mengemukakan bahwa :
Pendidikan pegawai negeri adalah pendidikan yang dilakukan bagi pegawai negeri untuk meningkatkan kemampuannya sesuai dengan tuntuan persyaratan jabatan dan pekerjaannya sebagai pegawai negeri. Sedangkan latihan pegawai negeri adalah bagian dari pendidikan yang dilakukan bagi pegawai negeri untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuannya sesuai dengan tuntutan persyaratan pekerjaan sebagai pegawai negeri dimana yang bersangkutan ditempatkan.

Sedangkan pasal 1 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1994 menyatakan bahwa “pendidikan dan pelatihan jabatan Pegawai Negeri Sipil adalah penyelenggaraan proses belajar mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan jabatannya”.
Pendidikan dan latihan menurut pasa 2 Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 1994 seperti dikutip oleh Saleh (1994 : 5) mempunyai tujuan :
1. Meningkatkan kesetiaan dan ketaatan Pegawai Negeri Sipil kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan Pemerintah Republik Indonesia;
2. Menanamkan rasa kesamaan pola fikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan yang komprehensip untuk melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan;
3. Memantapkan semangat pengabdian dan berorientasi pada pelayanan, pengayoman dan pengembangan partisipasi masyarakat;
4. Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan atau ketrampilan serta pembentukan sedini mungkin kepribadian Pegawai Negeri Sipil.

Selain itu tujuan pendidikan dan pelatihan jabatan juga diterangkan dalam penjelasan pasal 31 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 disebutkan bahwa :
Tujuan pendidikan dan latihan jabatan antara lain adalah :
- Meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian, dan ketrampilan;
- Menciptakan adanya pola berpikir yang sama;
- Menciptakan dan mengembangkan metode kerja yang lebih baik; dan
- Membina karier Pegawai Negeri Sipil.

Dengan demikian dari pendidikan dan latihan berguna untuk meningkatkan kemampuan pengabdian, ketrampilan serta pembinaan karir pegawai sehingga dapat bekerja secara efektif dan efisien.
Berdasarkan ketentuan tersebut pendidikan dan latihan Pegawai Negeri Sipil terbagi atas :
1. Pendidikan dan pelatihan prajabatan;
2. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan.
Pendidikan dan pelatihan prajabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan dalam pengangkatan Pegawai Negeri Sipil. Sedangkan pendidikan dan pelatihan dalam jabatan adalah pendidikan dan pelatihan yang diperuntukkan bagi Pegawai Negeri Sipil. Pendidikan dan pelatihan dalam jabatan terdiri atas :
a). Pendidikan dan pelatihan Struktural
Pendidikan dan pelatihan Struktural adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang diangkat dalam jabatan struktural.
Pendidikan dan pelatihan struktural ini terdiri atas :
1). Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan Administrasi Dasar Umum yang selanjutnya pendidikan dan pelatihan ADUM, yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang terpilih dan memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon IV.
2). Pendidikan dan pelatihan staf dan pimpinan Administrasi Dasar Umum Tingkat Lanjutan (ADUMLA), yaitu pendidikan dan pelatihan yang diberikan kepada pejabat eselon IV atau pejabat yang berpotensial dan dipersiapkan untuk menduduki jabatan eselon IV.
3). Pendidikan dan pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Pertama (SPAMA) yaitu pendidikan dan pelatihan yang diberikan bagi pejabat eselon III atau pejabat eselon IV yang potensial dan dipersiapkan untuk menduduki eselon III.
4). Pendidikan dan pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah (SPAMEN) yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi pejabat eselon II atau pejabat eselon III yang potensial dan dipersiapkan untuk menduduki jabatan eselon II.
5). Pendidikan dan pelatihan Staf dan Pimpinan Administrasi Tinggi (SPATI) yaitu pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang telah menduduki jabatan struktur eselon II dan terpilih serta memiliki kemampuan untuk diangkat dalam jabatan struktural eselon I.
b). Pendidikan dan Pelatihan Fungsional
Pendidikan dan pelatihan fungsional adalah pendidikan dan pelatihan yang dipersyaratkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang akan dan telah menduduki jabatan fungsional. Pendidikan dan pelatihan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat jabatan fungsional yang bersangkutan.
c). Pendidikan dan Pelatihan Teknis
Pendidikan dan pelatihan teknis adalah pendidikan dan pelatihan yang diselenggarakan untuk memberi ketrampilan atau pegawasan dibidang teknis tertentu kepada seorang Pegawai Negeri Sipil, agar ia mampu untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya yang dibebankan kepadanya dengan sebaik-baiknya.
Pendidikan dan pelatihan teknis ini dapat diberikan secara berjenjang kepada seorang Pegawai Negeri Sipil untuk meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan teknisnya sesuai dengan tingkat dan jenis pekerjaan pegawai yang bersangkutan.
Dengan demikian pendidikan dan pelatihan dalam jabatan yang dilaksanakan bagi seorang Pegawai Negeri Sipil pelakasnaannya dilakukan secara berjenjang sesuai dengan tingkat dan jenis jabatan yang dijabatnya. Untuk menjamin ketrampilan dan kemampuan pegawai yang bersangkutan sesuai dengan tingkat dan jenis jabatan yang dipercayakan kepadanya.
3. Kejelasan Atas Peran
Kejelasan atas peran merupakan taraf pengertian dan penerimaan seorang pegawai atas tugas yang dibebankan kepadanya. Kejelasan atas peran mempunyai pengaruh terhadap prestasi kerja pegawai, dimana makin jelas pengertian pegawai mengenai sasaran pekerjaan, makin banyak energi yang dikerahkan ke arah tujuan, dengan demikian maka pegawai tersebut menerima dengan baik peran yang diberikan. Untuk itu Steers (1985 : 149) mangatakan bahwa “peranan yang jelas dan terperinci ternyata berkaitan dengan peningkatan pada tujuan”.
Dalam kehidupan organisasi terdapat dua masalah yang berhubungan dengan peran, yang dapat mengurangi usaha kerja yaitu :
1. Kekaburan peran disebabkan oleh perubahan cepat dalam organisasi, meningkatkan kerumitan organisasi, komunikasi yang buruk.
2. Adanya konflik peran dimana seorang pegawai dihadapkan pada tuntutan peran yang saling bertentangan (Steers, 1985 : 148).
Konflik peran mempunyai pengaruh langsung terhadap efektifitas organisasi, bika ketentuan peran-peran pegawai yang berhubungan dengan tujuan bertentangan dengan tuntutan-tuntutan lain yang diminta dari mereka. Salah satu cara mengurangi bahkan meniadakannya adalah mengintegrasikan tujuan pribadi atau kelompok dengan sasaran organisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, terlihat bahwa salah satu aspek prestasi yang baik terdiri dari penjelasan kepada para pegawai mengenai sifat yang seharusnya ada pada tugas mereka dan mengusahakan agar tugas mereka diterima dengan baik oleh pegawai.
Berkaitan dengan hal tersebut, upaya lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan prestasi kerja adalah mengangkat dalam jabatan yaitu dengan memberikan kedudukan atau jabatan tertentu dalam struktur organisasi untuk bertanggungjawab melaksanakan tugas memimpin.
Dasar pengangkatan dalam jabatan menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 pasal 17 ayat (2) berbunyi sebagai berikut :
“Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam suatu jabatan dilaksanakan berdasarkan prinsip profesionalisme sesuai dengan kompetensi, prestasi kerja, dan jenjang pangkat yang ditetapkan untuk jabatan itu serta syarat obyektif lainnya tanpa membedakan jenis kelamin, suku, agama, ras atau golongan”.
Menurut Siagian (1989 : 189) menyatakan bahwa “kebutuhan akan kekuasaan menampakkan diri pada keinginan untuk memperoleh pengaruh terhadap orang lain”.
Lebih lanjut Siagian (1989 : 189) juga berpendapat bahwa “seorang yang mempunyai need power yang besar biasanya menyukai kondisi persaingan dan orientasi status serta akan lebih memberikan perhatiannya pada hal-hal yang memungkinkan memperbesar pengaruhnya terhadap orang lain itu padanya”.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa kebutuhan akan kekuasaan bagi seorang pegawai akan berpengaruh terhadap aktifitas kerja mereka dalam organsiasi.

Pengertian Prestasi Kerja

1. Prestasi Kerja
Terdapat banyak pengertian tentang prestasi kerja, diantaranya yang dikemukakan oleh Suprihanto bahwa : “ Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang karyawan selama periode tertentu dibandingkan dengan berbagai kemungkinan misalnya standart, target, sasaran atau kriteria yang telah ditentukan lebuh dahulu dan disepakati bersama.” ( Suprihanto, 1988 : 7).
Sedangkan pendapat lain pendapat lain mengenai pengertian prestasi kerja adalah : “ sesuatu yang dikerjakan atau produk atau jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang .“ ( Dharma, 1985 : 1 ).
Sedangkan pengertian lainnya prestasi kerja adalah : “ Prestasi kerja sebagai hasil kerja yang dicapai pegawai dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya.” ( Siswanto, 1989 : 195 ).
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja adalah merupakan hasil kerja yang dicapai seseorang pegawai atau tenaga kerja dalam suatu periode tertentu yang diperbandingkan dengan kriteria atau standart, target atau sasaran yang telah ditentukan.



2. Prestasi Kerja Pegawai Negeri Sipil
Bahwa keberhasilan daripada organisasi sangat ditentukan oleh prestasi kerja pegawai. Dengan demikian maka pembinaan Pegawai Negeri Sipil bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja pegawai.
Dalam hal ini prestasi kerja menurut Nainggolan (1987 : 123) ialah “hasil yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya”.
Sehubungan dengan pernyataan tersebut, Soetomo (1985 :113) menjelaskan bahwa :
a. Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugsa yang dibebankan kepdanya;
b. Pada umumnya prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampian, pengalaman dan kesungguhan Pegawai Negeri Sipil.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat disimpulkan bahwa prestasi kerja Pegawai Negeri Sipil ialah hasil kerja yang dicapai oleh seorang Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan tugasnya secara berdayaguna dan berhasilguna serta dapat menigkatkan status pegawai yang bersangkutan.
Adapun ukuran prestasi kerja pegawai dalam melaksanakan pekerjaan menurut Darma (1986 : 26) meliputi :
a. Kuantitas yaitu jumlah yang harus diselesaikannya;
b. Kualitas yaitu mutu yang dihasilkan;
c. Ketepatan waktu yaitu sesuai tidaknya dengan waktu yang direncanakan.
Kemudian agar menjamin obyektifitas prestasi kerja pegawai, perlu diadakan penilaian pelaksanaan pekerjaan dari para pegawai dalam suatu unit organisasi.
Penilaian pelaksanaan pekerjaan menurut Moekijat (1995 : 99) adalah “merupakan suatu proses penilaian individu mengenai pelaksanaan pekerjaannya di tempat kerja untuk memperoleh kemajuan secara sistematis”.
Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa menilai prestasi kerja seorang pegawai ialah membandingkan hasil pekerjaannya dengan standar yang ditentukan oleh organisasi mengenai baik dan tidaknya hasil pekerjaan yang telah dicapai oleh pegawai tersebut. Untuk itu penilaian prestasi kerja seseorang pegawai pada prinsipnya dapat dilihat dari tingkat kemajuan yang telah dicapai.
Tingkat kemajuan tersebut dapat dilihat dari Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3), sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1979. Dalam DP3 telah ditetapkan unsur-unsur yang menjadi dasar penilaian pelaksanaan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil yang meliputi : Kesetiaan, Prestasi Kerja, Tanggung Jawab, Ketaatan, Kejujuran, Kerjasama, Prakarsa dan Kepemimpinan.
Berkaitan dengan hal tersebut Musanef (1992 : 207-208) menyatakan bahwa tujuan penilaian prestasi kerja pegawai adalah :
a. Untuk memperoleh bahan pertimbangan yang obyektif dalam pembinaan pegawai;
b. Sebagai bahan pertimbangan kenaikan pangkat, penempatan dalam jabatan, pemindahan, kenaikan gaji berkala dan lain-lain.

Pengertian Manajemen Kepegawaian

Manajemen Kepegawaian memegang peranan yang sangat penting dalam kegiatan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Dalam hal ini kegiatan Manajemen Kepegawaian meliputi perencaan, pengelolaan dan pengawasan Pegawai Negeri Sipil, sehingga mereka dapat menjalankan tugasnya secara efektif dan efisien.
Sedangkan tugas Manajemen Kepegawaian menurut Musanef (1992 : 14) adalah :
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan yang secara garis besar telah ditentukan oleh administrator dengan menitikberatkan pada usaha-usaha :
a. Mendapatkan pegawai yang cakap sesuai dengan kebutuhan organisasi.
b. Menggerakkan pegawai untuk tercapainya tujuan organisasi.
c. Memelihara dan mengembangkan kecepatan serta kemampuan pegawai untuk mendapatkan prestasi kerja yang sebaik-baiknya.

Lebih lanjut Handoko (1994 : 24) menjelaskan bahwa “Manajemen Kepegawaian adalah penarikan, seleksi, pengembangan, pemeliharaan dan pembinaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik tujuan-tujuan individu maupun organisasi”.
Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa manajemen kepegawaian adalah segala aktivitas yang berkenaan dengan pemberdayaan sumber daya pegawai dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu.
Selanjutnya dengan adanya menajemen kepegawaian yang diselenggarakan oleh Bagian Kepegawaian, pemberdayaan Pegawai Negeri Sipil secara efektif dan efisien dapat terwujud dan mampu menghasilkan pegawai dalam kualitas dan kuantitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
Berkaitan dengan hal tersebut maka manajemen kepegawaian yang dalam pelaksanaannya harus dipenuhi syarat-syarat sebagau suatu ciri yang seharusnya ada dalam melaksanakan aktivitas-aktivitas bidang kepegawaian sebagai berikut :
a. Pelaksanaan manajemen kepegawaian harus dilandasi suatu manajemen yang berdasarkan ilmiah, yaitu mengandung unsur-unsur manajemen dalam pelaksanaannya.
b. Pembinaan pegawai diarahkan ke produktifitas kerja yang dapat menimbulkan efektifitas dan efisiensi kerja.
c. Pembinaan efektifitas dan efisiensi kerja ke arah pengaturan dan pengusahaan secara maksimal dilakukan dengan jalan memberikan pendidikan dan latihan kerja. Hal ini dilakukan baik pada permulaan maupun dalam rangka tugasnya untuk pemupukan dan perkembangan technical skill dan mangerial skill untuk mewujudkan mental equipment rasa kesatuan dan keutuhan. Dimana perlu diadakan pembinaan kesejahteraan sosial para pegawai dan keluarga serta jaminan keamanan bekerja dengan baik selama bekerja maupun sebelumnya.
d. Penempatan pegawai berdasarkan prinsip ‘The right man on the right place’. Dengan adanya prinsip tersebut diharapkan Bagian Kepegawaian dapat menciptakan suasana kerja yang mendukung bagi para pegawai untuk mengembangkan kemampuan mereka.
e. Pengambilan tindakan disiplin terhadap pegawai yang tidak menjalankan tugasnya sebagaiamana mestinya, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
f. Bagi masing-masing pegawai diusahakan adanya pemeliharaan kesehatan fisik dan mental.
g. Menciptakan dan memelihara hubungan yang baik antara atasan dan bawahan, maupun antara para pegawai di lingkungan unit kerja mereka.
( Musanef, 1992 : 14 ).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan manajemen kepegawaian adalah :
a. Memanfaatkan secara optimal sumber tenaga pegawai dalam organisasi dengan penempatan pegawai yang layak dan menjamin kerja yang efektif.
b. Kesemuanya mencakup kerjasama dengan mempertimbangkan hubungan antar manusia dan kebutuhan perorangan serta kelompok, sehingga setiap pegawai terdorong untuk memberikan sumbangan yang terbaik bagi efektifnya pelaksanaan pekerjaan.

Pengertian Bagian Kepegawaian

Handoko (1994 : 14) menjelaskan bahwa “Bagian Kepegawaian adalah departemen pelayanan yang membantu para karyawan dan pimpinan organisasi”.
Sedangkan menurut Manullang (1984 : 25) Bagian Personalia adalah “Bagian urusan pegawai merupakan ‘service department’ yang membantu mengerjakan segala masalah kepegawaian yang dihadapi oleh setiap pimpinan”.
Dengan demikian bagian kepegawaian adalah bagian yang menangani masalah individu atau personal yang apabila hal ini diaplikasikan dalam organisasi adalah mengenai para pegawai atau karyawan.
Berkaitan dengan ini, maka Badan Kepegawaian/Bagian Kepegawaian mempunyai peranan yang sangat menentukan dalam pengelolaan dan peningkatan kualitas pegawainya. Hal ini dapat dimaklumi karena keberhasilan organisasi pemerintah sangat dipengaruhi oleh aparatur pelaksananya.
Untuk keperluan itu bagian kepegawaian perlu menjalankan fungsi-fungsinya yang menurut Jiwanto (1985 :7) sebagai berikut :
1. Fungsi managerial terdiri atas :
- Perencanaan (planning)


- Pengorganisasian (organising)
- Pengarahan (directing)
- Pengawasan (controlling)
2. fungsi operasional terdiri atas :
- Pengadaan karyawan (recruitment)
- Traininng dan pengembangan karyawan (training and development)
- Balas jasa (compensation)
- Pengintegrasian pegawai (integration)
- Pemutusan hubungan kerja (sparation)
3. Peranan dan kedudukan managemen personalia dalam mencapaian tujuan organisasi secara terpadu.

Kemudian menurut Awig Dwi dan Marwan Asri (1986 : 26) menyatakan bahwa salah satu fungsi utama bagian personalia adalah :
1. Merencanakan tenaga kerja atau pegawai;
2. Mengorganisir pegawai dengan memberikan perincian tugas guna menghindari ketidakjelasan pekerjaan;
3. Memberikan intensif kepada pegawai baik bersifat positif maupun negatif;
4. Pelaksanaan pengawasan, menilai pekerjaan, masa kerja, dan sebagainya yang dijadikan dasar untuk pengembangan pegawai.

Dari pernyataan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa fungsi yang dijalankan oleh Bagian Kepegawaian meliputi fungsi managerial dan operasional serta pengembangan prestasi kerja pegawai. Dalam rangka pelaksanaan fungsi-fungsi dimaksud perlu adanya uraian tugas sebagai ruang lingkup dan pedoman kerja Bagian Kepegawaian. Ruang lingkup ini menurut Musanef (1992 : 23) meliputi :
a. Umum terdiri dari :
1. Penyusunan rencana kerja;
2. Pengadaan pegawai;
3. Pengangkatan calon pegawai;
4. Penilaian pelaksanaan pekerjaan;
5. Pengangkatan calon pegawai menjadi Pegawai Negeri Sipil;
6. Penyusunan daftar susunan kepangkatan;
7. Pendidikan dan latihan;
8. Kenaikan pangkat;
9. Kenaikan gaji berkala;
10. Tunjangan-tunjangan;
11. Mutasi jabatan;
12. Mutasi biasa;
13. Cuti;
14. Pemberian penghargaan;
15. Pembinaan kesejahteraan pegawai;
16. Taspen;
17. Pemberhentian;
18. Pensiun.
b. Khusus :
1. Pembinaan tenaga kekaryawanan atau perbantuan anggota ABRI;
2. Penyelesaian kasus-kasus perorangan;
3. Penggantian surat-surat yang hilang;
4. Peninjauan masa kerja;
5. Penyelesaian masalah-masalah kepegawaian yang bersifat kemanusiaan;
6. Penyelesaian NIP, KARPEG dan TASPEN.

Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa fungsi-fungsi yang terdapat pada bagian kepegawaian sangat berkaitan dengan pemberian motivasi, peningkatan kemampuan pegawai dan kejelasan atas peran.
Kebijaksanaan dalam penyelenggaraan kepegawaian telah ditetapkan oleh Presiden bersama DPR dalam bentuk Undang-Undang yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 pada pasal I yang dimaksud dengan : “Pegawai Negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri, atau diserahi tugas negara lainnya, dan digaji berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku”.
Kemudian jenis-jenis pegawai negeri diatur dalam ketentuan berikut yaitu pada pasal 2 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 :
(1). Pegawai Negeri terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil;
b. Anggota Tentara Nasional Indonesia; dan
c. Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(2). Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, terdiri dari :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat; dan
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah.

Untuk dapat memahami macam-macam Pegawai Negeri Sipil ini dijelaskan dalam penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagai berikut :
a. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Pusat adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya dibebankan pada Anggaran Perdapatan dan Belanja Negara dan bekerja pada Departemen, Lembaga Pemerintah Non-Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara, Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, Kepaniteraan Pengadilan, atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas negara lainnya.
b. Yang dimaksud dengan Pegawai Negeri Sipil Daerah adalah Pegawai Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/kota yang gajinya dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah, atau dipekerjakan di luar instansi induknya.
Pegawai Negeri Sipil Pusat dan Pegawai Negeri Sipil Daerah yang diperbantukan di luar instansi induk, gajinya dibebankan pada instansi yang menerima perbantuan.

Dari penjelasan-penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa Pegawai Negeri Sipil baik Pegawai Negeri Sipil Pusat maupun Pegawai Negeri Sipil Daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu dan diangkat oleh pejabat yang berwenang, diserahi tugas tertentu serta digaji oleh negara berdasarkan Peraturan per-Undang-undangan yang berlaku.
Adapun Pegawai Negeri Sipil yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri Sipil yang ada di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Malang yang meliputi :
a. Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan pada daerah otonom.
b. Pegawai Negeri Sipil Daerah yang ada di jajaran Sekretariat Daerah Kabupaten Malang.