Sejarah Perang Padri dan Sebab-sebab Perang Padri

Ilmu sejarah memang perlu sekali untuk tetap dipertahankan, jika ilmu sejarah tidak dipertahankan rasanya sayang sekali perjuangan mereka dalam membela tanah air ini. Berikut ini sejarah tentang perang Padri 1821-1825 (Sebelum pecah perang Diponegoro) yang peru kita ketahui.
Berikut ini adalah sebab-sebab terjadinya perang padri:
  1. Adanya pertentangan antara kaum adat dengan kaum Padri. Kaum adat adalah para pengantut agama islam, tetapi mereka menjalankan adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama islam, seperti berjudi, minum minuman keras, dan menyambung ayam. Adapun kaum Padri adalah kaum muslim yang dipimpin oleh tokoh agama Islam yang baru pulang dari menunaikan ibadah haji. Mereka antara lain Haji Piabang, Haji Miskin dan haji Sumanik. Para haji ketika di negara Arab Saudi mendalami ajaran Wahabi, suatu ajaran Islam yang ingin memberantas adat kebiasaan yang bertentangan dengan ajaran agama Islam.
  2. Adanya campur tangan Belanda untuk membantu kaum adat.
Itulah beberapa penyebab perang padri yang harus kita ketahui.
Proses Perlawanan Perang Padri
Perang padri terbagi menjadi dua tahap, yakni :
  1. Tahun 1821-1825 (Sebelum pecah perang Diponegoro)
    Semula perang Padri merupakan perang saudara antara kaum Padri dengan kaum adat. Pertempuran besar pertama terjadi di Lawas. dalam pertempuran ini, kaum Padri dipimpin oleh Datuk Malin Basa (Imam Bonjol). Pimpinan lainnya adalah Datuk Bandoro, Tuanku Nan Pasaman, Tuanku nan Renceh, dan  Tuanku Cerdik. Untuk menghadapi kaum Padri kaum adat meminta bantuan Belanda di Padang.
    Kaum adat dan Belanda yang bersenjatakan lengkap di hadapi kaum Padri dengan sisat perang gerilya. Pertemouran teradi di Semawang, Lintau, daerah Bonio, dan Agam. Kaum Padri dipimpin oleh Tuanku Nan Renceh. Belanda mendirikan Benteng Fort van der Capellen di Batu Sangkar dan Benteng Foert de Kock di Bukittinggi. Pasukan Belanda mengalami kekalahan di Pagaruyung sehingga terpaksa mundur.
    Pada tahun 1825 di Jawa terjadi Perang Diponegoro sehingga kedudukan Belanda semakin sulit. Kemudian Belanda menggunakan taktik damai dengan kaum Padri yang ditanda tangani tanggal 15 November 1825 Isinya adalah, kedua belah pihak tidak akan saling menyerang, dan Belanda mengakui batas-batas wilayah kaum Padri. Setelah perudningan itu, Belanda menarik pasukannya untuk menghadapi Perang Diponegoro di Pulau jawa.
  2. 1830-1837 (Setelah perang Diponegoro)
    Setelah perang Diponegoro berakhir, Belanda mulai menggempur kaum Padri di Minagkabau. Kaum adat pada waktu itu sadar bahwa tujuan Belanda hanya ingin menguasai Minangkabau dan menindas rakyat kecil.  Kaum adat kemudian mengubah sikapnya, yaitu bersatu dengan kaum Padri untuk bersama-sama melawan Belanda. Kaum Padri dipimpin oleh Tuanku Imam bonjol. Belanda kemudian mendatangkan pasukan dari pulau Jawa. Pasukan Sentot Ali Basya Prawirodirjo didatangkan pula untuk melawan kaum Padri dan kaum Adat. Akan tetapi, Sentot berkhianat terhadap Belanda karena ia justru membantu Kaum Padri melawan Belanda. Akhirnya, Sentot di tangkap dan diasingkan di Cianjur.
  3. Akhir perlawanan Padri
    Pada tahun 1837 pasukan Belanda berhasil menerobos Benteng bonjol. Tuanku Imam Bonjol ditangkap dan diasingkan ke Ciancur. kemudian Beliau dipindahkan ke Minahasa sampai wafatnya dalam tawanan. Jenazahnya dimakamkan di Pineleng (dekat Manado).
Sumber: http://dewanku02.blogspot.co.id/2015/01/sebab-sebab-perang-padri-1821-1837.html

Post a Comment