Bagaimana mengatasi anak didik KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK BERKEBUTUHAN KHUSUS 2022
KARAKTERISTIK PESERTA DIDIK
BERKEBUTUHAN KHUSUS
Anak Berkebutuhan Khusus dengan
Hambatan Sensorik
Anak
berkebutuhan khusus dikelompokkan sesuai dengan jenis hambatan yang dialami.
Anak berkebutuhan khusus menurut Gunawan (2011) yaitu sebagai berikut.
Anak dengan Hambatan
Penglihatan (Tunanetra)
Anak dengan hambatan penglihatan
menurut Gunawan (2011) adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatan
sedemikian rupa, sehingga membutuhkan layanan, khusus dalam pendidikan maupun
kehidupannya. Dilihat dari sisi kependidikan dan rehabilitasi peserta didik
hambatan penglihatan adalah mereka yang memiki hambatan penglihatan sehingga
menghalangi dirinya untuk berfungsi dalam pendidikan dan aktifitas
rehabilitatif tanpa menggunakan alat khusus, material khusus, latihan khusus,
dan atau bantuan lain secara khusus.
Klasifikasi
gangguan penglihatan berdasarkan tingkat ketajaman penglihatan dan dalam
perspektif pendidikan menurut Gunawan (2011) dapat dikelompokkan menjadi 2
kelompok, yaitu kelompok low vision dan hambatan penglihatan total (Totally
Blind).
Low vision
Kelompok ini adalah kelompok
hambatan penglihatan yang masih mampu melihat dengan ketajaman penglihatan
(acuity)20/70. Kelompok ini mampu melihat dari jarak 6 meter, jauh lebih dekat
dibandingkan dengan pelihatan orang normal (21 meter). Gambaranumum dari
kelompokini, mereka masih mampu mengenal bentuk objek dari berbagai jarak,
menghitung jari dari berbagaijarak.
Hambatan penglihatan total
Peserta didik dikatakan memiliki
hambatan penglihatan secara total mereka yang tidak bisa memfungsikan kemampuan
visualnya tidak memiliki penglihatan atau pun mereka yang bisa merasakan adanya
sinar seperti mengetahui siang dan malam tanpa mengetahui sumber cahayanya.
Akibat
dari adanya hambatan ini peserta didik diajarkan untuk memahami kemampuan
membaca dan menulis braille dan orientasi mobilitas (OM) untuk membantu mereka
dalam menjalankan daily activities..
Anak dengan Hambatan Pendengaran
(Tunarungu)
Banyak istilah yang digunakan
untuk menggambarkan seseorang yang mengalami kehilangan/gangguan pendengaran.
Salah satunya menurut Nakata dalam Rahardja (2006) yang mengungkapkan bahwa
anak dengan hambatan pendengaran atau anak tunarungu adalah mereka yang
mempunyai kemampuan mendengar di kedua telinganya hampir di atas 60 desibel,
yaitu mereka yang tidak mungkin atau kesulitan secara signifikan untuk memahami
suara pembicaraan normal meskipun dengan mempergunakan alat bantu dengar atau alat-
alat lainnya.
Tunarungu
merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan kehilangan
pendengaran yang dialami seseorang. Dalam bahasa Inggris terdapat istilah
hearing impairment, istilah ini menggambarkan adanya kerusakan atau gangguan
secara fisik.
Akibat
dari adanyakerusakan itu akan mengakibatkan gangguanpada fungsi pendengaran.
Anak mengalami kesulitan untuk memperoleh dan mengolah informasi yang bersifat
auditif, sehingga dapat menimbulkan hambatan dalam melakukan interaksi dan
komunikasi secara verbal.
Pengelompokkan
(klasifikasi) bagi anak yang mengalami hambatan pendengaran yang saat ini
digunakan pada umumnya menurut Kirk (dalam Depdikbud, 1995:29) dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
·
0 dB Menunjukkan pendengaran yang optimal.
·
0 – 26 dB Menunjukkan seseorang masih mempunyai
pendengaran yang normal.
·
27 – 40 dB Mempunyai kesulitan mendengar
bunyi-bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan
memerlukan terapi bicara (tergolong tunarungu ringan).
·
41 – 55 dB Mengerti bahasa percakapan, tidak
dapat mengikutidiskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara
(tunarungu sedang).
·
56 – 70 dB Hanya bisa mendengar suara dari jarak
yang dekat, masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa dan bicara
dengan menggunakan alat bantu mendengar serta dengan cara yang khusus
(tunarungu agak berat).
·
71- 90 dB Hanya bisa mendengar bunyi yang sangat
dekat, kadang – kadang dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang
intensif, membutuhkan alat bantu dengar dan latihan bicara secara khusus
(tunarungu berat).
·
91dB ke atas mungkin sadarakan adanya bunyi atau
suara dan getaran, banyak bergantung pada penglihatan daripada pendengaran
untuk proses menerima informasi dan yang bersangkutan dianggap tuli (tunarungu
berat sekali)
Menurut
Moores dalam Alimin (2007) menjelaskan bahwa anak mengalami disability dalam berkomunikasi
akibat dari kehilangan fungsi pendengaran (impairment). Istilah hearing
impairment diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi istilah tunarungu,
yang di dalamnya terkandung dua kategori yaitu yang disebut dengan deaf dan
hard of hearing.
Moores
(1982:6) menjelaskan “tuli” adalah mereka yang memiliki ketidakmampuan
mendengar dalam tingkat 70 dB ISO atau lebih, sehingga tidak mengerti
pembicaraan orang lain mengakibatkan kesulitan dalam memproses informasi bahasa
melalui pendengarannya sehingga ia tidak dapat memahami pembicaraan orang lain
dengan memakai maupun tidak memakai alat bantu dengar (hearing aid). Adapun
orang yang “kurang dengar” adalah mereka yang memiliki ketidakmampuan dengar
dalam tingkat 35 sampai 69 dB.
Berdasarkan
definisi di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan pendengaran (tuli atau kurang
dengar) tunarungu adalah mereka yang tidak mendengar atau kurang mendengar
sebagai akibat pendengarannya yang terganggu fungsi indera pendengarannya baik
menggunakan alat bantu dengar maupun tidak. Namun demikian, mereka masih tetap
memerlukan layanan pendidikan khusus karena gangguan pendengaran berdampak pada
aspek-aspek di bawah ini.
Aspek Motorik
Anak
tunarungu yang tidak memiliki kecacatan lain dapat mencapai tugas- tugas
perkembangan motorik(early major motor milestones), seperti duduk, merangkak,
berdiri dengan tanpa bantuan, dan berjalan sama seperti yang terjadi pada anak
yang mendengar (Preisler dalam Alimin, 2007).
Namun
demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa anak dengan hambatan
pendengaran memiliki kesulitan dalam hal keseimbangan dan koordinasi gerak
umum, dalam menyelesaikan tugas-tugas yang memerlukan kecepatan serta
gerakan-gerakan yang kompleks (Ittyerah, Sharma, dalam Alimin, 2007).
Aspek bicara danbahasa
Keterampilan berbicara dan bahasa
merupakan bidang perkembangan yang paling banyak dipengaruhi oleh hambatan
pendengaran. Khususnya anak dengan hambatan pendengaran dibawa sejak
lahir.Menurut Rahardja (2006) bagi anak dengan hambatan pendengaran congenital
atau berat, suara yang keras tidak dapat didengarnya meskipun dengan
menggunakan alat bantu dengar.
Individu
tersebut tidak dapat menerima informasi melalui suara, tetapi mereka sebaiknya
belajar bahasa bibir. Suara yang dikeluarkan oleh anak dengan hambatan
pendengaran biasanya sering sulit untuk dimengerti karena mereka mengalami
kesulitan dalam membeda-bedakan artikulasi, kualitas suara, dan tekanan suara.
Anak dengan Hambatan Mental
Kognitif
Anak dengan Hambatan
Intelektual (Tunagrahita)
Menurut
Gunawan (2011) anak mengalami hambatan intelektual adalah anak yang secara
nyata mengalami hambatan dan keterbelakangan perkembangan mental-intelektual di
bawah rata-rata, sehingga mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya. Mereka memerlukan layanan
pendidikan khusus. Anak mengalami hambatan intelektual ialah anak yang
mempunyai kemampuan intelektual di bawah rata-rata. Berbagai istilah yang
dikemukakan mengenai anak mengalami hambatan intelektual, selalu menunjukpada
keterhambatan fungsikecerdasan secara umum berada di bawah usia kronologisnya
secara meyakinkan sehingga membutuhkan layanan pendidikan khusus.
Potensi
dan kemampuan setiap anak anak mengalami hambatan intelektual berbeda-beda,
maka untuk kepentingan pendidikan diperlukan pengelompokkan anak mengalami
hambatan intelektual. Pengelompokkan itu berdasarkan berat ringannya ketunaan,
atas dasar itu anak tungrahita dapat dikelompokkan.
Hambatan Intelektual Ringan
Anak
mengalami hambatan intelektual ringan umumnya memiliki kondisi fisik yang tidak
berbeda. Mereka mempunyai IQ antara kisaran 50 s/d 70 dan juga termasuk
kelompok mampu didik, mereka masih bisa dididik (diajarkan) membaca, menulis
dan berhitung, anak anak mengalami hambatan intelektual ringan biasanya bisa
menyelesaikan pendidikan setingkat kelas IV SD Umum.
Hambatan Intelektual Sedang
Anak
anak mengalami hambatan intelektual sedang termasuk kelompok latih. Kondisi
fisiknya sudah dapat terlihat, tetapi ada sebagian anak mengalami hambatan intelektual
yang mempunyai fisik normal. Kelompok ini mempunyai IQ antara 30 s/d 50. Mereka
biasanya menyelesaikan pendidikan setingkat kelas 2 SD Umum.
Hambatan Intelektual Berat
Kelompok
ini termasuk yang sangat rendah intelegensinya tidak mampu menerima pendidikan
secara akademis. Anak anak mengalami hambatan intelektual berat termasuk
kelompok mampu rawat, IQ mereka rata-rata 30 ke bawah. Dalam kegiatan
sehari-hari mereka membutuhkan bantuan orang lain.
Hambatan
intelektual mengacu pada intelektual umum yang secara signifikan berada di
bawah rata-rata. Anak mengalami hambatanintelektual mengalami hambatan dalam
tingkah laku dan penyesuaian diri. Semua gangguan tersebut berlangsung atau
terjadi pada masa perkembangannya. Lebih lanjut, Gunawan (2011) mengemukakan
bahwa seseorang dikatakan anak mengalamihambatan intelektual apabilamemiliki
tiga indikator, yaitu:
·
Keterhambatan fungsi kecerdasan secara umum atau
di bawah rata- rata;
·
Ketidakmampuan dalam prilaku sosial/adaptif; dan
·
Hambatan perilaku sosial/adaptif terjadi pada
usia perkembangan yaitu sampai dengan usia 18 tahun.
Klasifikasi
anak mengalami hambatan intelektual secara sosial-psikologis terbagidua kriteria,
yaitu: psikometrikdan perilaku adaptif. Ada empat taraf anak mengalami hambatan
intelektual berdasarkan psikometrik (skor IQ- nya).
Tabel.
1 Tingkat Kecerdasan (IQ anak mengalami hambatan intelektual)
Klasifikasi |
IQ |
Mental Age (MA) (Tahun) |
|
Stanford Binet (SB) |
Skala Weschler (WISC) |
||
Ringan (mild mental retardation) |
68-52 |
69-55 |
8,3-10,9 |
Sedang (moderate
mental retardation) |
51-36 |
54-40 |
5,7-8,2 |
Berat (severe mental retardation) |
35-20 |
39-25 |
3,2-5,6 |
Parah (profound mental retardation) |
≥ 19 |
≥ 24 |
≥ 3,1 |
Sumber:
http://repository.upi.edu/operator/
Penggolongan
anak anak mengalami hambatan intelektual menurut kriteria perilaku adaptif
tidak berdasarkan taraf intelegensi, tetapi berdasarkan kematangan sosial. Hal
ini juga mempunyai empat taraf, yaitu ringan, sedang, berat, dan sangat berat.
Secara umum dampak dari gangguan intelektual dapat dilihat pada ciri-ciri
sebagai berikut.
1)
Lamban dalam mempelajari hal-hal baru, mempunyai
kesulitan dalam mempelajari konsep yang abstrak, dan selalu cepat lupa apa yang
di pelajari apabila tanpa latihan terus menerus.
2)
Kesulitan dalam menggeneralisasi dan mempelajari
hal-hal yang baru.
3)
Kemampuan bicaranya sangat kurang bagi anak mengalami
hambatan intelektual berat.
4)
Cacat fisik dan perkembangan gerak. Anak mengalami
hambatan intelektual berat mempunyai keterbatasan dalam gerak fisik, ada yang
tidak dapat berjalan, tidak dapat berdiri atau bangun tanpa bantuan. Mereka
lambat dalam mengerjakan tugas-tugas yang sangat sederhana, sulit menjangkau sesuatu,
dan mendongakkan kepala.
5)
Kurang dalam kemampuan menolong diri sendiri. Sebagian
dari anak mengalami hambatan intelektual berat sangat sulit untuk mengurus
dirisendiri, seperti; berpakaian, makan, mengurus kebersihan diri. Mereka
selalu memerlukan latihan khusus untuk mempelajari kemampuan dasar.
6)
Tingkah laku dan interaksi yang tidak lazim. Anak
mengalami hambatan intelektual ringan dapat bermain bersama dengan anak
reguler, tetapi anak yang mempunyai anak mengalami hambatan intelektual berat
tidak melakukan hal tersebut. Hal itu mungkin disebabkan kesulitan bagi anak
mengalami hambatan intelektual dalam memberikan perhatian terhadap lawan main.
7)
Tingkah laku kurang wajar yang terus menerus. Banyak
anak mengalami hambatan intelektual berat bertingkah laku tanpa tujuan yang
jelas.
Anak dengan Hambatan Fisik
Anak dengan Hambatan Anggota
Gerak (Tunadaksa)
Ada
berbagai macam definisi tentanganak yang mengalamigangguan gerak, tergantung
dari siapa dan sudut mana melihatnya. Nakata (2003) dalam Djadja R, (2006) mengemukakan
bahwa yang dimaksud dengan gangguan gerak adalah:
·
Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya
mengakibatkan mereka mengalami kesulitan yang berat atau ketidakmungkinan
melakukangerak dasar dalam kehidupansehari-hari seperti berjalandan menulis
meskipun dengan memgunakan alat-alat bantu pendukung.
·
Mereka yang tingkat kecacatan fisiknya tidak
lebih dari nomor 1 di atas yang selalu memerlukan observasi dan bimbingan
medis.
·
Anak gangguan gerak, dilihat dari persentase
anak berkebutuhan khusus yang lain, termasuk kelompok yang jumlahnya relatif
kecil yaitu diperkirakan 0,06% dari populasi anak usia sekolah. Sedangkan jenis
kelainannya bermacam-macam dan bervariasi, sehingga permasalahan yang dihadapi
sangat kompleks.
Pada
dasarnya anak gangguan gerak dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu (1)
Kelainan pada sistem serebral (cerebral system) dan (2) kelainan pada sistem
otot dan rangka (musculus skeletal system). Adapun yang termasukkelompok
pertama, seperticerebral palsy yang meliputijenis spastic, athetosis, rigid,
hipotonia, tremor, ataxia, dan campuran.
Sedangkan
yang termasuk pada kelompok kedua, seperti poliomyelitis, muscle dystrophy dan
spina bifida. Sedangkan anak anak yang mengalami kelumpuhan yang dikarenakan
kerusakan pada otot motorik yang sering diderita oleh anak-anak pasca polio dan
muscle dystrophy lain mengakibatkan gangguan motorik terutama gerakan lokomosi,
gerakan ditempat, dan mobilisasi. Ada sebagian anak dengan gangguan gerak yang
berat, ringan, dan sedang. Untuk berpindah tempat perlu alat ambulasi, juga
perlu alat bantu dalam memenuhi kebutuhannya, yaitu memenuhi kebutuhan gerak.
Anak dengan Hambatan Lainnya
Anak dengan Gangguan Perilaku
dan Emosi
Menurut
Gunawan (2011)anak dengan gangguanperilaku adalah anak yang berperilaku
menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia
anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau
keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam
mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan dan pendidikan secara khusus.
Di
dalam dunia Pendidikan Khusus dikenal dengan nama anak hambatan perilaku dan
emosi (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung
unsur:
1.
Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima
umum.
2.
Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum
sudah ekstrim.
3.
Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
Secara
umum anak hambatan perilaku dan emosi (anak yang mengalami gangguan emosi dan
perilaku) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Cenderung membangkang.
2.
Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
3.
Sering melakukan tindakan agresif, merusak, mengganggu.
4.
Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/hukum.
5.
Cenderung prestasi belajar dan motivasi rendah sering
bolos jarang masuk sekolah.
6.
Anak Autis
Autisme berdasarkan Individuals with
Disabilities Education (IDEA) yang dikutip oleh Rahardja (2006) adalah kelainan
perkembangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap komunikasi verbal dan
non verbal serta interaksi sosial, umumnya terjadi pada usia sebelum tiga
tahun, yang berpengaruh buruk terhadap kinerja pendidikan anak. Karakteristik
yang lain sering menyertaiautisme seperti melakukankegiatan yang berulang-ulang
dan gerakan stereotip, penolakan terhadap perubahan lingkungan atau perubahan
dalam rutinitas sehari- hari, dan memberikan respon yang tidak semestinya
terhadap pengalaman sensori. Secara umum anak autis memiliki karakteristik
sebagaiberikut.
·
Mengalami hambatan di dalam bahasa.
·
Kesulitan dalam mengenal dan merespon emosi
dengan isyarat sosial.
·
Kekakuan dan miskin dalam mengekspresikan
perasaan.
·
Kurang memiliki perasaan dan empati.
·
Sering berperilaku di luar kontrol dan
meledak-ledak.
·
Secara menyeluruh mengalami masalah dalam
perilaku.
·
Kurang memahami akan keberadaan dirinya sendiri.
·
Keterbatasan dalam mengekspresikan diri
·
Berperilaku monoton dan mengalami kesulitan
untuk beradaptasi dengan lingkungan.
Dalam
dunia pendidikan, anak autis ini dapat digolongkan ke dalam beberapa spektrum,
yaitu sebagai berikut.
1.
Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual
tingkat tinggi. (High function children with autism).
2.
Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual
tingkat menengah (Middle function children with autism).
3.
Anak autis yang memiliki fungsi kognisi dan intelektual
tingkat rendah (Low function children with autism).
Anak Cerdas Istimewa Berbakat
Istimewa
Anak yang memiliki potensi kecerdasan istimewa
(gifted) dan anak yang memiliki bakat istimewa (talented) adalah anak yang
memiliki potensi kecerdasan (intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab
terhadap tugas (task commitment) di atas kemampuan anak-anak seusianya (anak
normal), sehingga untuk mengoptimalkan potensinya, diperlukan pelayanan
pendidikan khusus. Anak cerdas dan berbakat istimewa disebut sebagai gifted
& talented children (Dudi Gunawan, 2011).
Anak-anak
berbakat istimewasecara alami memilikikarakteristik yang khas yang membedakannya
dengan anak-anak normal. Karakteristik ini mencakup beberapa domain penting,
termasuk di dalamnya: domain intelektual-koginitif, domain persepsi-emosi,
domain motivasi dan nilai- nilai hidup, domain aktifitas, serta domain relasi
sosial.
Berikut
beberapa karakteristik yang paling sering diidentifikasi terdapat pada anak
berbakat istimewa pada masing-masing domain di atas. Namun demikian perlu
dicatat bahwa tidak semua anak-anak berbakat istimewa (gifted) selalu
menunjukkan atau memiliki karakteristik intelektual-kognitif seperti di bawah
ini (Gunwan, 2011):
a. Menunjukkan
atau memiliki ide-ide yang orisinal, gagasan-gagasan yang tidak lazim,
pikiran-pikiran kreatif.
b. Mampu
menghubungkan ide-ide yang nampak tidak berkaitan menjadi suatu konsep yang
utuh.
c. Menunjukkan
kemampuan bernalar yang sangat tinggi.
d. Mampu
menggeneralisasikan suatu masalah yang rumit menjadi suatu hal yang sederhana
dan mudah dipahami.
e. Memiliki
kecepatan yang sangat tinggi dalam memecahkan masalah.
f. Menunjukkan
daya imajinasi yang luar biasa.
g. Memiliki
perbendaharaan kosakata yang sangat kaya dan mampu mengartikulasikannya dengan
baik.
h. Biasanya
fasih dalam berkomunikasi lisan, senang bermain atau merangkai kata-kata.
i.
Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau
pelajaran yang diberikan.
j.
Memiliki daya ingat jangka panjang (long term
memory) yang kuat.
k. Mampu
menangkap ide-ide abstrak dalam konsep matematika dan/atau sains.
l.
Memiliki kemampuan membaca yang sangat cepat.
m. Banyak
gagasan dan mampu menginspirasi orang lain.
n. Memikirkan
sesuatu secara kompleks, abstrak, dan dalam.
o. Mampu
memikirkan tentang beragam gagasan atau persoalan dalam waktu yang bersamaan
dan cepat mengaitkan satu dengan yang lainnya.
p. Kesulitan
Belajar Spesifik (Disleksia, Diskalkulia, Disgrafia)
Anak
yang mengalami learning disabilities (LD) atau Specific Learning Diificulties
(SLD) secaraumum dapat diartikansuatu kesulitan belajarpada anak yang ditandai
oleh ketidakmampuan dalam mengikuti pelajaran sebagaimana mestinya dan
berdampak pada hasil akademiknya. Kesulitan belajar merupakan hambatan atau
gangguan belajar pada anak atau remaja yang ditandai adanya kesenjangan yang
signifikan antara taraf intelegensi dan kemampuan akademik yang
seharusnya dicapai oleh anak seusianya.
Anak
LD atau SLD adalah masalah belajar primer yang disebabkan karena adanya deficit
atau kekurangan fungsidalam satu atau lebih area inteligensi. Penyebabnya
gangguan neurologis dan genetik. Istilah LD atau SLD hanya dikenakan pada
anak-anak yang mempunyai inteligensia normal hingga tinggi. Gangguan ini
merupakan gangguan yang kasat mata, berupa kesalahan dalam hal membaca
(disleksia), menulis (disgrafia), dan berhitung (diskalkulia). Kesalahan yang
terjadi akan selalu dalam kesalahan sama secara terus menerus, dan dibawa
seumurhidup (long live disabilities). Adapun karakteristiknya dapat diidentifikasi
dari hal-hal berikut ini.
PDBK yang mengalami kesulitan
membaca (disleksia)
a. Perkembangan
kemampuan membaca terlambat,
b. Kemampuan
memahami isi bacaan rendah,
c. Kalau
membaca sering banyak kesalahan
PDBK yang mengalami kesulitan
belajar menulis (disgrafia)
a. Kalau
menyalin tulisan sering terlambat selesai,
b. Sering
salah menulishuruf b denganp, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9,
dan sebagainya,
c. Hasil
tulisannya jelek dan tidak terbaca,
d. Tulisannya
banyak salah/terbalik/huruf hilang,
e. Sulit
menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
PDBK yang mengalami kesulitan
belajar berhitung (diskalkulia)
a. Sering
salah menulis angka 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan sebagainya
b. Rancu
atau bingungdengan simbol-simbol matematis. Misalnya tanda +,
c. -,
x, :, dan sebagainya.